FaThin

Nurusifah Fauziah
Chapter #7

Seharian Bersama Ayah

Aku berharap bisa memutar kembali waktu. Aku berharap aku bisa berkata padanya bahwa aku menyukainya walau yang kulakukan hanya menghindarinya selama ini. Kak Roby, andai aku bisa.

Kami bertemu di tepi pantai yang sangat indah. Dengan pasir putih aku melihat Kak Roby berjalan ke arahku. Di tangannya pula terdapat bunga krisan berwarna ungu. Dia memberikan bunganya padaku. Sangat cantik. Benar-benar membuatku terpana.

Semilir angin pantai yang membawa kedamaian. Kami berlari mengejar ombak, semakin jauh membasahi diri. Kak Roby di hadapanku begitu bersinar,

"Thin, Ibu kamu," ucapnya sembari menunjuk ke arah orang yang tengah berlarian.

Seketika aku membalikkan badan mengikuti arah jari Kak Roby namun, pada saat aku kembali menghadapnya, Kak Roby semakin jauh dan terseret ombak. Aku begitu takut melihatnya semakin jauh, tetapi aku juga menjadi sangat pengecut karena melangkah mundur. Ada apa dengan sikapku ini? Ia semakin jauh tak terlihat. Tiba-tiba saja bumi bergetar. Aku semakin menjauh dari air. Terdengar suara petir bersahutan. Langit menjadi gelap seketika. Aku berdiri di atas pasir putih dan terperosok seorang diri. Aku menjerit namun, tak ada yang mendengarku.

"Ibuuu... Ibuuuuuuu..." teriakku memekik.

Seketika aku terbangun dan terengah-engah. Aku bermimpi lagi. Semakin hari bahkan semakin buruk. Ayah langsung memelukku. Terlihat tanganku terpasang selang infus.

"Kita dimana Yah?"

"Kita di rumah sakit kak. Sudah dua hari kakak tak sadarkan diri. Untunglah kakak sudah sadar sekarang," ucap ayah.

Tak lama kemudian dokter datang memeriksaku.

"Oke Fathin sudah sadar, apa yang dirasakan sekarang?" tanya dokter yang terlihat seumuran dengan ayah.

Aku diam tanpa kata.

"Baiklah sekarang coba ikuti cahaya senter ini ya," pinta sang dokter menggerakkan senternya.

Aku bergerak menurutinya.

"Tampaknya ia sedang mengalami beban pikiran yang sangat berat. Ia tak bisa berkonsentrasi penuh. Untuk saat ini ia masih perlu untuk tetap dirawat inap hari ini, jika besok kondisinya membaik maka Fathin bisa pulang," ucap dokter menjelaskan.

"Tolong diberikan vitamin infus ya Dok agar anak saya tak kehilangan selera makannya," ucap ayah kepada dokter.

"Baik pak," jawab suster kemudian beranjak pergi.

Ayah memegang erat tanganku.

"Ayah ini salahku," ucapku menangis

"Salah apa? Anak ayah gak salah apapun kok," Jawab ayah.

"Kakak selalu mengabaikan Kak Roby, padahal sebenarnya kakak juga tak ingin seperti ini," jawabku terisak.

"Kenapa kakak abaikan dia kalau kakak tak ingin?" tanya ayah lagi.

"Karena aku dan Tia sudah berjanji. Meski Tia tak pernah berkata kalau Kak Roby adalah orangnya, tetapi kakak mengerti Yah. Itu sebabnya kakak menghindarinya," jawabku memeluk ayah.

"Sudah sudah kakak pasti bisa melalui ini semua. Kakak masih ada Ayah disini yang jagain kakak, ngehibur kakak pokoknya apapun yang kakak ingin Ayah akan berusaha mendapatkannya. Dan jangan pernah menyalahkan diri sendiri atas apapun yang terjadi di takdir orang lain," ucap ayah menghiburku.

**

Jam besuk dimulai...

Terdengar suara ketuk pintu dari luar. Ayah membukakan pintu, rupanya para siswa dari sekolahku yang datang. Mereka datang membawa bunga dan banyak buah. Ada pula yang memberi cokelat.

"Ratu kita sakit, ayolah Fathin kamu harus segera sembuh ya," ucap Rio menghibur.

"Terimakasih teman-teman kalian sudah menjengukku,"

"Wah ini ruang VIP. Kamar ini bahkan lebih keren dibandingkan dengan kamarku," ucap Rio tertawa.

Kami tertawa mendengarnya.

Lihat selengkapnya