FaThin

Nurusifah Fauziah
Chapter #12

Penantian

Matahari pagi mulai menyapa dunia. Hari ini adalah libur pertama pasca ujian kenaikan kelas.

Rasa malas begitu memelukku. Aku masih saja terbaring di kasur dengan mata menatap langit dinding kamar. Berusaha keras untuk menenangkan pikiranku.

Aku terjatuh pada harapan besar yang kubuat. Terasa sakit dan begitu membekas. Membuatku tak ingin berharap pada siapapun lagi selain pada ayah.

Waktu menunjukkan pukul 8 pagi. Tiba-tiba saja ayah mengetuk pintu kamarku.

Tok... Tok... Tok...

"Kak? Sudah bangun belum?" suara ayah memanggil.

"Sudah Yah," jawabku, kemudian ayah membuka pintunya.

"Ayah gak ke kantor? Sudah jam segini kok belum berangkat Yah?" tanyaku terheran.

"Ini hari Sabtu kak. Ayah libur. Kakak ingin sarapan apa?" tanya ayah membelai rambutku.

"Apa saja Yah, tapi kakak ingin masakan ayah saja hari ini," pintaku menatap ayah.

"Yasudah selagi menunggu Ayah memasak sebaiknya sekarang kakak mandi ya," ucap ayah menepuk pundakku.

"Iya Yah," jawabku tersenyum ke arahnya kemudian melangkah ke kamar mandi.

Aku menatap diriku di depan cermin sekali lagi. Aku hanya bisa tersenyum jika di depan ayah. Tentu saja kulakukan agar ayah tak menjadi khawatir karenaku. Aku memendamnya meski terjebak akan rasa sepi yang begitu dalam. Aku tak bisa bersuara karena hanya akan terdengar begitu menyedihkan. Bagaimana aku mengatasinya selain dengan cara ini?

Selepas mandi aku segera menemui ayah yang pasti sudah menungguku di meja makan.

"Ayah masak apa?" tanyaku berlari menuju ayah.

"Nasi goreng kak. Kakak suka kan?" tanya ayah.

"Pasti suka dong kan Ayah yang buat," jawabku mengacungkan kedua jempol.

Kami duduk dan bersiap untuk sarapan meski sudah lewat dari waktunya.

"Apakah kakak baik-baik saja?" suara ayah mulai bertanya.

"Baik kok Yah, tak ada yang perlu dikhawatirkan," jawabku tersenyum menatap ayah.

"Ada yang ingin Ayah bicarakan kak," ucap ayah dengan raut wajah yang serius membuat suasana menjadi begitu tegang.

"Ada apa Yah?" tanyaku penasaran.

"Sebenarnyaaaa..."

Aku masih menatap ayah tanpa berkedip.

"Ih apa sih Yah. Cepat beritahu!!!" ucapku merengek.

"Taraaaa...!!!" nada ayah meninggi seketika diikuti dengan tangannya yang memegang amplop cokelat besar berpita.

Lihat selengkapnya