Hari demi hari terus berganti. Mengantarkan kesejukan pada Minggu pagi yang sangat dingin. Sisa hujan semalam masih meninggalkan bekas bercampur dengan dinginnya hawa sang fajar. Aku menarik selimut dan kembali terlelap.
Beberapa jam kemudian...
Cahaya matahari mulai menusuk kelopak mataku. Begitu silau hingga membangunkan tidurku. Rupanya waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi.
"Ayaah...???" aku mencari di mana ayah.
Saat memasuki ruang makan, aroma manis begitu menusuk rongga hidung. Seketika mataku terbelalak dan bergegas menghampiri asal dari aroma ini.
Sungguh pemandangan yang sangat indah. Di atas meja makan terdapat 24 buah donat kesukaanku. Di sebelah sisi kanannya terdapat brownies lumer alpukat, sedangkan di sisi kirinya terdapat tiramisu berukuran besar yang begitu menggugah.
Oh tidak. Apakah saat ini kami sedang mengadakan reuni?
Oohhh aku sangat senang bertemu dengan kalian, begitu manis dan membahagiakan.
"Darimana aku harus memulainya? Donat dulu? Atau tiramisu? Oh kamu juga tak kalah menggoda brownieskuu!!!" ucapku dengan tangan yang mengarah ke mereka.
"Tenang saja Kak. Makan lah secara perlahan. Ini Ayah siapkan khusus untuk kakak kok," ucap ayah yang tiba-tiba datang.
"Kakak juga tahu Yah ini untukku. Terimakasiiiiih, Ayah memang yang terbaik!!!" ucapku memeluk ayah.
"Oh iya kak, ada yang ingin Ayah beritahu," ucap ayah memegang pundakku.
"Apa lagi sekarang Yah?" tanyaku tegas.
"Maafkan Ayah ya kak, besok Ayah harus berangkat ke Singapura karena ada rapat penting. Ayah akan pergi selama 4 hari," ucap ayah memelas.
"4 hari? Yang benar saja yah!!!" jawabku merengek.
"Maafkan Ayah nak."
"Tidak bisakah jika Ayah tidak pergi?" tanyaku memeluk erat.
"Ayah juga inginnya seperti itu, tapi mau bagaimana lagi kak? Ayah janji untuk segera pulang dan Ayah akan libur setelahnya," tutur ayah memandangku membuat kesepakatan.
"Baiklah. Janji?!!" tanyaku menegas.
"Iya kak janji!!!"
Ayah mulai berkemas memasukkan bajunya ke dalam koper, sedangkan aku masih berdiri di depan meja makan menatap kue-kue itu. Seleraku hilang seketika. Kuputuskan untuk kembali ke kamar saja.
Memandang jendela kamar sembari termenung. Besok aku akan sendiri lagi. Meski hanya 4 hari namun, itu sungguh waktu yang sangat panjang bagiku. Padahal lusa nanti adalah hari ulang tahunku.
Aku menghela napas panjang. Mengurung diri di dalam kamar yang sengaja terkunci sampai malam tiba.
***
Keesokan harinya...
Alarm berbunyi tepat di angka 5 pagi. Aku membuka mata dan merasa sesak untuk memulai hari.
Oh iya. Hari ini kan ayah pergi. Aku bergegas keluar dari kamar dan mencari ayah. Namun, yang kudapati hanya secarik kertas bahwa ayah telah berangkat.
Aku berlari sesegera mungkin. Berharap bahwa aku masih bisa mengejar ayah untuk sekedar berpamitan.
Tanpa alas kaki di pagi yang masih gelap. Derai air mata membasahi pipi, aku mencari ayah di luar rumah. Namun, tak urung jua kutemui.
Mata terpejam dan hati terus menggumam, tak bisakah kuputar kembali waktu? Aku ingin memeluk ayah sebelum ia pergi. Kenapa aku mengikuti ego untuk mengurung diri sepanjang malam?
Ayah, aku sangat menyesal...
**
Dengan hati yang hancur aku tetap berangkat ke sekolah. Memikirkan kesalahan terbesarku, membuat aku sama sekali tak mendengar suara di sekeliling. Meskipun, mereka terus saja mengganggu. Duniaku hening saat ini.
Mereka tampak berkerumun di depan mading sekolah. Rupanya tentang perayaan pesta topeng yang akan dilaksanakan esok.
Aku menatap mereka dengan heran. Berisik sekali!
"Hey anak baru! Besok datang gak?" suara Dion tiba-tiba mengejutkanku.
Sontak membuat para siswi yang semula berisik menjadi hening menatap tajam ke arahku.
Aku begitu terkejut dan bergegas lari meninggalkan sekolah ini tanpa sepatah kata.
Benar-benar gila! Apakah dia tak tahu kalau dia akan menjadi petaka bagiku?!!! Sudah cukup fisikku yang menjadi incaran mereka. Aku tak mau lagi ditambah dengan Dion yang akhir-akhir ini menolongku dan membuat para siswi menjadi semakin murka terhadapku. Lebih baik untuk menghindarinya saja.
Dengan sigap aku menghentikan taxi kemudian bergegas pulang ke rumah.
Setibanya di rumah dengan suasana hati yang kacau, aku membuka kulkas dan mulai untuk menghabiskan kue yang dibelikan ayah kemarin.
Sulit dipercaya. Situasi yang semakin rumit untukku. Aku terus makan tanpa henti sampai akhirnya tertidur dengan sendirinya.
Suara ponsel berdering...
Aku terbangun dari tidur seketika menjawab panggilan yang ternyata adalah ayah.
"Halo kak?"
"Iya Yah ada apa?"
"Kakak sedang apa?"
"Baru saja terbangun Yah," jawabku singkat.
"Bagaimana dengan sekolah?" tanya ayah lagi.
"Besok sekolah mengadakan pesta topeng Yah."
"Wah seru dong kak!!!" ucap ayah antusias.
"Biasa saja Yah," jawabku
"Yasudah sekarang istirahatlah. Selamat malam sayang," ucap ayah menutup panggilannya.
Apa ayah lupa hari ulang tahunku esok? Mungkin saja karena ayah begitu sibuk dengan pekerjaannya. Lebih baik aku tidur lagi saja.
***
Tahun ini benar-benar berbeda. Tak ada ibu, juga tak ada ayah. Angka 16 yang sangat menyedihkan.
Untuk menghibur diri aku bersiap keluar untuk mencari kue ulang tahunku sendiri.
Waktu menunjukkan pukul 11 siang. Aku memesan driver online untuk mengantarku mencari kue. Acara pesta topeng pukul 3 sore sampai jam 7 malam. Meski begitu, entah rasanya aku sama sekali tak tertarik untuk datang.
Aku tiba di toko kue cokelat ternama. Satu persatu kulihat sebelum memutuskan. Ahh benar-benar cantik semuanya. Sampai akhirnya jariku terhenti dan menunjuk kue yang berbentuk persegi ukuran 20cm untuk kubawa pulang.
Setelah membayar, aku bergegas pulang. Kuputuskan untuk naik taxi saja.
Aku menunggu taxi di depan toko kue ini. Tak lama kemudian sebuah mobil mersi hitam mengkilat datang dari arah kanan hendak melewatiku. Begitu mengkilat hingga cahaya matahari terpantul menyilaukan mata.
Aku menutup sebagian mata dengan telapak tangan untuk menghalangi silau. Namun, begitu mobil itu semakin dekat terlihat seseorang di kursi belakang yang tampak tak asing bagiku. Kucoba untuk memfokuskan pandangan. Ternyata itu adalah Tia!
Seakan tak percaya, aku berusaha mengejarnya. Namun, sia-sia saja. Tia semakin jauh dari pandanganku. Beberapa mobil membunyikan klaksonnya karenaku.
Aku mencoba untuk mengatur napas. Andai aku memiliki waktu sebentar saja untuk bisa berbicara dengannya.
Kuputuskan kembali mencari taxi untuk pulang. Ponselku terus berbunyi. Rupanya pesan dari grup sekolah. Beberapa dari mereka sudah tiba dengan gaun yang terlihat indah.
Setibanya di rumah, aku masih memikirkannya. Apa dia benar-benar Tia? Atau aku hanya salah lihat? Ah sudahlah. Memusingkan!!!
Kuletakkan kue ulang tahunku di atas meja makan. Memasang lilin dengan hati-hati agar tetap terlihat cantik.
"Ayah , Ibu kuenya sudah siap!!!" teriakku spontan.
Astaga! Aku lupa bahwa sekarang aku hanya seorang diri. Kutinggalkan kue dan melangkah ke kamar ayah.
Perlahan aku memasuki kamar ayah. Kamar yang banyak tertempel foto ibu di dinding. Aku juga melihat bingkai berwarna cokelat susu yang berisi foto kami bertiga diatas lemari kecil ayah. Aku mendekati dan memegangnya dengan erat. Memoriku berlari ke belakang. Mengingat saat-saat itu. Tiba-tiba saja tanganku menyentuh sebuah kotak kecil merah berpita.
Apa ini? Tanyaku bergumam.