Suara petir menyambar seketika mengiringi hujan yang turun dengan derasnya.
Seperti hidupku saat ini. Tia berada tepat di depan mataku. Dan apa tadi? Anak dari pemilik sekolah ini? Rupanya Tia bukan seperti yang kubayangkan. Dia berada di tempat yang jauh tinggi.
Para murid di kelas ini seketika mendekatinya. Mereka memuji bahkan langsung memberikan hadiah. Kini, semua mata tertuju padanya. Ya baguslah, setidaknya mereka berhenti menggangguku hari ini.
Bel pulang sekolah berbunyi...
Seluruh murid bergegas meninggalkan ruang kelas. Sedangkan aku sengaja untuk pulang paling akhir karena harus membawa kotak yang diberikan Kak Roby.
"Sepertinya ini takdir. Tak peduli seberapa keras aku menghindarimu, kenyataan membawaku kembali untuk bertemu denganmu lagi," ucap Tia menghampiriku.
"Apa yang perlu kamu takutkan sehingga menghindariku?" jawabku menatapnya.
Tiba-tiba wajahnya menjadi pucat.
"Apa yang terjadi padamu? Jadi membengkak seperti itu," ucapnya mengalihkan pertanyaanku.
"Yang pasti ini bukan urusanmu," tegasku menatapnya.
Tia pun pergi meninggalkanku.
Setelah beberapa saat, aku segera membuka loker dan membawa kotak dari Kak Roby.
Aku berusaha mencari Dion untuk bertanya apa hubungannya dengan Tia. Tapi, di luar masih hujan dan Dion tak juga kutemui.
Apa mungkin dia tidak berangkat ke sekolah hari ini?
Aku memutuskan untuk pulang menggunakan driver online.
Sepanjang perjalanan aku terus memegang kotak besar ini.
"Pak, kita berhenti di hotel itu ya. Masuk saja nanti saya yang bayar biayanya parkirnya," ucapku meminta kepada driver online.
Aku terdiam untuk beberapa saat di depan lobi hotel tempat Dion menginap.
Sempat ragu untuk melanjutkan langkahku, tapi demi mengetahui kejelasannya aku mencoba untuk masuk.
"Selamat sore. Saya temannya Dion. Bisa tolong beritahu dia bahwa saya ingin menemuinya?" ucapku meminta kepada bagian resepsionis.
Dengan sigap ia langsung menelepon ke kamar Dion.
"Ia menunggu di kamarnya. Silahkan menuju ke Suite Room nomor 1111," ucap resepsionis tersebut mengarahkan.
"Baik terimakasih," aku segera menuju lift.
Suite room? 1111? Kenapa perasaanku jadi tak enak begini ya?
Setibanya di lantai paling atas dari hotel ini, mataku mencari dimana letak kamarnya. Ternyata hanya ada 1 ruangan saja di lantai ini.
Tok...Tok...Tok...
"Masuklah," ucapnya membuka pintu.
Aku melangkah masuk untuk segera bertanya padanya. Kuletakkan kotak besar milik Kak Roby di atas meja dan duduk di sofa.
"Aku tak ulang tahun hari ini," ucap Dion dengan pedenya.
"Jangan kepedean! Ini bukan untukmu tapi ini milikku," jawabku ketus.
"Lalu, mau apa ke sini?" ucapnya bertolak pinggang.
Tiba-tiba saja pintunya kembali berbunyi.
"Siapa itu?!!!" tanyaku seketika menjadi heboh.
"Paling juga saudara tiriku," ucapnya hendak membuka pintu.
"Eeehhh!!! Nanti dulu! Aku harus bersembunyi dimana?! Aku tak mau saudara tirimu menjadi salah sangka nantinya!" ucapku menarik tangannya.
Ia tak menjawab dan kembali melangkah.
Dasar menyebalkan!!!
Seketika aku berlari ke kamar mandinya untuk sembunyi.
"Apa kau ingin memesan sesuatu? Aku akan keluar untuk beberapa jam," ucap seseorang yang sepertinya tak asing bagiku.
"Tidak. Keluarlah dan jangan ke sini lagi!" suara Dion meninggi.
"Kotak apa itu?"
"Bukan urusanmu. Cepat pergi sana!" ucap Dion kembali membentak.
Hufffft... Syukurlah! Jika tidak kotakku hampir saja dibuka olehnya.
"Keluar lah. Dia sudah pergi," ucapnya membuka pintu kamar mandi.
Dengan sigap aku berlari menuju kotakku. Napasku lega melihatnya masih berada di atas meja.