Kenyataan bahwa nyawa Ibuku terenggut karena Tia, yang merupakan salah satu dari penyebab kematiannya, sungguh membuatku tak bisa memaafkannya.
Begitu marah hingga aku tak bisa berkata apapun lagi.
Ayah berkata agar memendamnya saja. Lebih baik untuk mengubur semua kenyataan ini di kehidupan kami saat ini. Bagaimanapun, nyawa yang masih ada akan lebih penting untuk diutamakan. Ayah bilang bahwa, Ibu juga pasti akan mengerti dengan kondisi yang pelik ini.
Sudah tujuh hari sejak aku dinyatakan tifus oleh Kak Jo. Aku kembali mendapat perawatan medis. Akibat daya tahan tubuhku yang terus menurun.
Kak Jo mendekat dan memegang tanganku erat. Malam ini pergantian tahun akan tiba. Meski seharusnya ia libur. Namun, Kak Jo tetap datang menungguku di rumah bersama ayah.
Aku terus menangis tanpa kata. Mereka semakin cemas terhadapku. Tak henti-hentinya Kak Jo mengajakku bicara. Namun, semuanya sia-sia saja.
Bagaimana aku harus memaafkan dia yang begitu kejam padaku?
2019 akan usai. 2020 akan menggantikannya. Apakah hidupku juga akan berubah di tahun yang bertambah ini?
"Iya, semua akan berubah seiring berjalannya waktu. Percayalah semua akan baik-baik saja," ucap Kak Jo seakan mengetahui isi pikiranku.
Hujan turun dengan derasnya. Seperti air mataku yang juga tiada henti-hentinya.
"Fathin, dengarkan kakak ya. Kakak ada di sini untukmu. Ayah juga selalu di sisimu. Temukan kata yang ibumu pernah ucapkan di saat-saat terakhirnya. Bisakah kamu mengingatnya?" ujar Kak Jo berusaha menghiburku.
"Ibu bilang kalau aku harus tetap ceria," jawabku kembali menangis.
"Fathin, hey. Sudah. Dengar ini. Andai kamu tahu bahwa Ibumu jauh lebih sedih kalau kamu terus begini. Ibumu ingin agar kamu selalu ceria kan? Lantas apa kamu tak ingin menjalankan apa yang menjadi pesan terakhirnya untukmu? Coba untuk tenangkan dirimu. Karena hanya kamu yang bisa mengatasinya," ujar Kak Jo mengelus rambutku.
Ayah tampak berdiri dengan penuh kecemasan.
"Maafkan kakak Bu.... Maafkan kakak Yaaah," batinku penuh kepiluan.
"Nah sekarang 30 menit sebelum pergantian tahun. Maukah Fathin berjalan-jalan di taman dengan kakak untuk melihat kembang api?" ajak Kak Jo membujuk.
Aku mengangguk menyetujuinya.
"Om cobalah untuk istirahat. Walau sulit. Cobalah walau hanya sebentar. Saya akan jaga Fathin. Saya pastikan untuk menghiburnya," ucap Kak Jo kepada ayah.
Ayah memegang pundaknya sembari mengangguk.
Kak Jo mulai mendorong kursi rodaku menuju taman di halaman depan rumah.
"Yang kudengar bahwa kamu memiliki segudang prestasi kan?" tanya Kak Jo memulai percakapan.
"Itu dulu," jawabku melemah.
"Dulu atau sekarang dimana letak bedanya? Jari-jarimu itu hanya tak pernah saling percaya lagi satu sama lain sekarang. Tahukah kamu bahwa energi positif yang kita bentuk akan membawa kita bagaimana mengatasi hari. Jika kamu memulainya positif dan mengeluarkannya ke dalam bentuk tindakan maka, itu akan membuatmu senang sepanjang hari. Meskipun, kegiatan yang kamu lakukan terasa sangat padat dan menyita waktu. Benar gak?" tanya Kak Jo lagi.
"Iya kak benar. Dulu aku jauh lebih sibuk. Sibuk belajar, olahraga, berlatih, bahkan masih ada les tambahan," jawabku mengingatnya.
"Nah sekarang yang harus kamu lakukan adalah? Membuka lembaran baru. Sesal takkan ada arti. Lebik baik untuk merubahnya agar tidak menjadi sesal lagi. Mulai berdamai dengan masa lalu dan buktikan kalau kamu bisa kembali membanggakan seperti dulu. Kakak menyarankan kamu olahraga bukan untuk kamu menjadi kurus dan cantik. Karena memang dasarnya kamu sudah cantik dari hati. Kakak sarankan itu agar kamu menjadi lebih sehat karena, obesitas juga berbahaya bagi kesehatan jantung dan pencernaan. Mengerti?" tutur Kak Jo panjang lebar.
Aku berusaha untuk berdiri. Kak Jo juga membantuku untuk bisa berdiri. Aku memeluknya dengan sisa tenagaku.
"Terimakasih Kak. Aku kembali menemukan hidupku," ucapku masih memeluknya.
"Ingat ya. Bukan tugas kita untuk menggembirakan seisi dunia. Bukan tugas kita juga untuk mengikuti semua tuntutan orang lain karena itu takkan ada habisnya. Lakukan lah hal yang menurutmu baik dan pantas untuk diperjuangkan. Kamu lahir dari ayah dan ibu yang hebat. Jadi, gunakan itu sebagai sumber kekuatanmu ya! Kakak ada di sini untukmu," ucap Kak Jo membelai rambutku.
Suara kembang api kian bersahutan. Menyapa tahun baru dengan kehidupan yang baru pula. Aku berusaha untuk bangkit kembali. Ini semua berkat Kak Jo.
Terimakasih Kak.
**
Sang fajar mulai menyapa...
Pagi hari dimana tahun telah berganti. Aku terbangun saat Ayah dan Kak Jo masih tampak tertidur menjagaku. Mengingat kembali ucapan Kak Jo semalam membuatku merasa lebih bersyukur karena masih bersama dengan orang-orang yang menyayangiku.
Tak lama kemudian Kak Jo terbangun dari tidurnya.
Melihatku sudah terbangun membuatnya seketika memeriksa detak jantungku.
"Ikuti senternya ya," instruksi Kak Jo padaku.
Aku mengangguk
"Sekarang coba untuk lebih banyak minum air putih ya. Agar demamnya turun. Jika Fathin bisa melawannya. Dalam 4 hari kedepan kamu bisa segera pulih," perintah Kak Jo.