Hasrat hati memeluk gunung apa daya tangan tak sampai.
Yang kutakutkan selama ini benar terjadi. Apa yang harus kulakukan? Aku tak bisa menjangkaunya.
Dunia saat ini benar-benar terpuruk. Cobaan kian datang tanpa henti. Belum selesai soal banjir, kini datang tamu tak diundang yang sangat mematikan.
"Ayah!!!!" aku menjerit kencang.
"Ada apa kak?" jawab ayah berlari ke arahku.
Aku kembali menangis.
Melihat ponselku terjatuh, ayah langsung mengambil dan membaca layar ponsel yang masih hidup itu.
Aku menjerit ketakutan. Bagaimana kemalangan ini bisa terjadi padanya?
"Ayaaaah, Kak Jo bilang beberapa hari yang lalu bahwa dia menangani Tia. Pasti Kak Jo tertular karena Tia! Aku benar-benar membencinya Yah!!!" ucapku kian histeris.
"Kita doakan saja yang terbaik untuk Jo ya Kak. Belum tentu juga itu karena Tia. Jangan biarkan hatimu dikuasai oleh kebencian karena itu hanya akan membuang energimu saja. Lebih baik kita berdoa untuk semuanya," ujar ayah memelukku erat.
Tangisku pecah di dekap Ayah. Aku sangat takut. Bagaimanapun Kak Jo menjadi bagian dalam hidupku sekarang.
"Tapi kak, Ayah baru menyadarinya. Bagaimana Jo tahu Tia?" tanya ayah menatapku.
"Dari bingkai foto Yah. Ada foto kakak bersama dengan Tia di kamar. Dari sana lah Kak Jo tahu Tia saat sedang merawat kakak. Dan sebenarnya Kak Jo juga sudah pernah melihat Tia secara langsung," tuturku menjelaskan.
"Yasudah kak. Sekarang kita dukung terus saja. Kita semangati Jo terus sampai Ia pulih. Ayah yakin Jo pasti sembuh," ujar ayah menenangkanku.