FaThin

Nurusifah Fauziah
Chapter #20

Sahmura

Teruslah melangkah. Pandanglah ke depan meski orang membuatmu jatuh berkali-kali. Fokus saja dengan apa yang ingin dicapai. Semua akan kamu raih tepat pada waktu yang telah ditetapkan Tuhan padamu. Tidak terlalu cepat, tidak juga terlalu lambat.

Perlahan-lahan dunia yang tersungkur kembali bangkit. Meskipun beberapa lumpuh akibat timpangnya ekonomi namun, semangat bertahan hidup kini jauh lebih di rasa.

Kebiasaan pola hidup bersih dan sehat menjadi yang utama saat ini. Biasanya, kita acuh terhadap hal-hal yang remeh. Kini, kita dibekali dengan rasa takut yang besar sehingga jauh lebih memproteksi diri dari hal apapun.

Waktu terus berjalan. Mereka yang gugur dalam perjuangan hidup dan mati telah sampai pada arti hidup yang luar biasa. Seperti halnya pahlawan. Mereka gugur dengan harum akan jasa-jasanya. Sejarah telah mencatat ini. Setiap detail perjuangan akan diceritakan dari masa ke masa.

Menjelang tahun baru lagi. Aku masih menunggu Kak Jo di taman halaman depan rumah. Mengingat seperti yang kami lakukan di tahun lalu, membuatku semakin merindukannya.

Lima bulan telah berlalu. Kini aku sudah berhasil dengan pencapaianku. Aku sudah berada di angka 50kg. Ingin rasanya berlari untuk memberi kabar gembira ini padanya. Namun, keadaan memaksa untuk terpisah dengannya.

Berapa lama lagi aku harus menunggu? Tidakkah kau tahu bahwa menahan segala kerinduan merupakan hal yang menyiksaku. Aku berharap agar semesta mendengar tiap doa yang kupanjatkan. Aku masih berharap hingga kini.

Lima menit tersisa di penghujung tahun 2020. Terdiam menutup mata. Kuingin saat membukanya, Kak Jo ada di hadapanku. Aku coba menghitung mundur. Ketika sampai, aku membuka mata dan tetap tak mendapatkan apapun. Meski kutahu rasanya mustahil namun, tak ada yang salah kan jika aku memiliki secercah harapan?

Kuputuskan untuk masuk saja ke dalam rumah. Saat mulai melangkah, seseorang menarik tanganku dari belakang.

"Ayah, kakak ingin ma.." ucapku seketika terhenti saat membalikkan badan.

"Kau menungguku? Tetaplah di sini. Kembang api akan menyala beberapa detik lagi," Kak Jo tersenyum manis.

Air mataku menetes seketika. Aku berharap ini bukan sekedar halusinasiku saja. Aku kembali menatapnya dengan penuh heran kemudian, disusul dengan bunyi kembang api yang kian bersahutan.

"Maaf karena baru datang. Kakak mengurung diri selama 4 bulan setelah dinyatakan sembuh untuk memastikan kalau kakak benar-benar telah sembuh. Kini kakak di sini untumu," tuturnya memberiku bunga mawar biru dan menghapus air mataku.

Aku mengangguk tanpa suara karena begitu terkejut.

"Kamu berhasil! Kerja bagus! Kakak bangga denganmu," ucap Kak Jo membelai lembut rambutku.

"Kenapa mawar biru lagi? Ada apa dengan mawar biru?" tanyaku penuh heran.

"Kamu tahu gak? Kalau mawar biru itu melambangkan ketidakmungkinan yang bisa terjadi. Ini adalah awal dari hasil usahamu. Rasa yang selalu kamu khawatirkan, ternyata seiring waktu dengan kerja kerasmu akhirnya dapat terwujud. Inilah cara kakak mengekspresikan rasa kagum kakak padamu. Selamat ya!" tutur Kak Jo tersenyum.

Aku kembali memeluknya erat dan menangis sejadi-jadinya. Aku menangis karena teramat bahagia. Setelah sekian lama menanti akhirnya, kami dapat beradu kening malam ini.

Lihat selengkapnya