"Gak, pokok aku gak mau menikah dengannya sampai kapan pun. Titik!"
Suara yang lantang itu diteriakkan oleh Fatiha sebelum masuk ke kamar sambil membanting pintu dengan keras. Sehingga menimbulkan getaran pada tembok di sekitarnya dan membuat jam dinding yang ada di sana terjatuh ke lantai.
"BANGSAAT!" Teriak Fatiha dengan penuh amarah. "Kalian semua memang bangsat."
Lalu berjalan ke arah ranjang dan menjatuhkan tubuhnya begitu saja dengan posisi tengkurap serta kedua kaki yang sebagian dibiarkan menggantung di tepi kasur. Dia pun langsung menumpahkan semua rasa yang ada di dadanya. Menangis sejadi-jadinya tanpa harus menahannya lagi. Mengeluarkan semua bulir-bulir kesedihan yang bisa dia keluarkan untuk menguras habis semuanya itu. Tanpa memperdulikan kondisi seprai yang basah oleh linangan air mata termasuk suara ketukan di pintu dan panggilan namanya.
"Fatiha, ini Ibu, Nak. Tolong bukakan pintunya. Ibu ingin bicara denganmu sebentar saja," pinta Ibunya sambil mengetuk pintu kamar berkali-kali.
Fatiha yang masih ingin tenggelam dengan semua rasa itu mulai sedikit terganggu. Dia pun segera membalikkan badan dan berteriak, "Pergi! Jangan ganggu Fatiha!"
"Astagfirullah, kenapa kamu berteriak seperti itu sama Ibu? Itu tidak .... "