Mendengar ancaman seperti itu tentu membuat hati Fatiha mengkerut dan secara otomatis kembali duduk dengan kepala menunduk. Untuk menyembunyikan eskpresi ketakutan di wajahnya. Walaupun begitu, tetap saja dia tidak bisa menyembunyikan rasa itu seutuhnya. Sebab, ada anggota tubuh lainnya yang memperlihatkan perasaan tersebut.
Tangan. Lebih tepatnya kedua telapak tangan. Di mana kedua telapak tangan Fatiha terlihat saling meremas kuat di atas rok panjang seragam sekolah berwarna biru. Rok seragam tingkat pertama.
"Fatiha, apa kamu memang ingin melanjutkan sekolah?"
"I-iya, Ayah."
Ada keraguan saat Fatiha berkata seperti itu, yang membuat nada suaranya terdengar bergetar.
"Baik, akan Ayah kabulkan. Tapi, kamu harus melanjutkan sekolah di pondok pesantren milik keluarga dari calon suamimu."
Mendengar itu seketika Fatiha menatap sang Ayah dengan mulut membentuk huruf O. Dia benar-benar tidak menyangka kalau Ayahnya akan berkata seperti itu dan membuat keputusan yang di luar prediksi.