***
Seorang murid laki-laki berlari membelah koridor tanpa peduli pada bahu-bahu orang yang tak sengaja ditabraknya. Yang jelas dia tidak boleh tertangkap rombongan anak cowok yang mengejar di belakang. "Woi! Berhenti ga lo!"
Sementara di lain sisi, seluruh mata cowok tertuju pada satu cewek. Cewek berambut panjang tergerai rapi, tinggi semampai didukung tubuh ramping, dan kakinya yang melangkah di koridor tampak jenjang seperti model berjalan di catwalk. Kehadirannya selalu saja menghebohkan dunia sekitar. Apalagi anak cowok yang menatapnya melongo tanpa berkedip. Dia begitu dipuja-puja kaum adam sekolah swasta ini. Namun sedikit pengecualian jika itu membuat beberapa cewek memandang iri hingga sinis kepadanya.
Shera, nama cewek itu, tampak begitu menikmati hari-harinya di sekolah dengan mengabaikan mereka yang merasa tersaingi. Namun langkah santainya di koridor harus merasakan sakitnya kepala ketika terhantam benda dengan agak keras. Shera memungut bola basket itu di kakinya lalu mengedarkan pandangan ke arah lapangan.
"Maaf!" Dapat Shera lihat seorang pemuda berlari kecil menghampirinya. Akan tetapi dia sontak menarik napas dengan mata membulat mengetahui siapa cowok itu. "Maaf aku tidak sengaja. Apa kepalamu sakit? Ayo kita ke UKS!" katanya dengan raut khawatir.
"Eng-gak, enggak usah. Aku ga apa-apa," gagap Shera. "Ini!" Didorongnya bola oranye ke dada cowok ini sambil menunduk guna menyembunyikan wajah dibalik poni lalu berbalik pergi. Tetapi baru selangkah bergerak, tubuh Shera terhuyung saat tangannya ditarik tiba-tiba, sedetik kemudian rombongan anak cowok berlari tergesa-gesa melewatinya. Satu lengan kekar yang melingkari pundak sehingga membuat Shera berada dalam dekapan telah menyelamatkannya dari tabrakan mereka. Shera mendongak dan ia melihat wajah Zen menatapnya balik. Waktu seakan berhenti ketika untuk seperkian detik Shera tenggelam ke dalam bola mata cokelat Zen. Begitu memesona sampai ia nyaris lupa daratan. Langsung saja Shera menegakan badan dengan agak menjauh dari lelaki itu. "Terimakasih," ucap Shera tanpa berani melihat mata lelaki di hadapannya. Lantas angkat kaki dengan cepat.
Sesaat, Zen memperhatikan punggung itu yang semakin tertelan keramaian sebelum akhirnya dia memutar tumit untuk bergabung bersama rekan-rekannya karena mereka sudah sabar menunggu.
***
Jalan buntu berupa dinding mengakhiri pelarian Kai ketika berbelok. Kai tahu kalau dia tidak punya pilihan lain kecuali meladeni mereka berkelahi di tempat ini. "Mau pergi kemana lo?" Mereka datang dengan gaya pongah menantang, membuat Kai berancang-ancang siap melayangkan kepalan tangannya. Kemudian tanpa aba-aba lagi kelima anak cowok itu mulai mengeroyok Kai. Perkelahian pun akhirnya tidak bisa dihindari, tapi Kai bukan orang yang tidak terbiasa dalam adu jotos. Melayangkan pukulan seakan sudah mengalir di dalam darahnya.
Sementara itu di koridor kelas Shera hampir bersinggungan dengan seseorang saat akan berbelok masuk ke kelas. "Shera! Kamu mengagetkanku," ujar Emilia tersentak. "Aku juga." Balasan Shera membuat Emilia berkedip. "Apa telah terjadi sesuatu?" Dia merasa ada yang janggal pada gadis di hadapannya ini. "Emilia!" Shera seketika memegang dua pundak Emilia dengan wajah serius. "Kamu kenapa?" ringisnya aneh. "Apa kamu tahu bagaimana cara menghentikan detakan jantungku?" Butuh seperkian detik bagi Emilia memproses kalimat Shera. Lalu, gadis bersurai pendek itu berseru terpengarah. "Heeee??!!!"