Favorite Girl

Elga Cadistira de Rinata
Chapter #2

Hero

***

Saat ini Kai betul-betul ingin mengolok-olok cowok bernama Harry yang tak lain adalah kakak kelasnya, namun ia terpaksa harus bungkam sementara karena mereka sedang berada di kantor polisi bersama orang tua kedua belah pihak. Kalau saja Harry tidak menuntut dirinya atas tuduhan penganiayaan yang menyebabkan wajahnya babak belur, padahal jelas-jelas lelaki itu yang memulai perkelahian duluan, mungkin sekarang Kai sedang asyik main game di warnet dengan menantang pemain lain.

Kai yakin sekali setelah masalah ini selesai dengan pihak pelapor yang menginginkan ganti rugi bukan memenjarakan dirinya, telinganya bakalan memerah mendengar omelan ayahnya segera. Dengusan terembus dari napas Kai saat berpikir bahwa mereka itu licik karena memanfaatkan wajah lebam itu untuk mendapatkan uang dari orang tuanya. Benar-benar orang munafik! Semiskin apa sih mereka sampai harus menggunakan cara ini demi dapat uang. Seingat Kai, keluarga Harry itu bukan keluarga keterbatasan dana. Orang tuanya punya butik internasional. Oh, tidak, bukan itu, tapi sifat protektif orang tua terhadap anak tunggal mereka lah yang membuat malam ini Kai berada di kantor polisi. Mereka tidak terima mendapati wajah anak kesayangan mereka ternodai. Kai hanya bisa meringis dalam hati. Dasar manja!

"Baiklah. Malam ini juga kami mentransfer kompensasinya. Sekali lagi maafkan anak saya."

Tidak lama kemudian Kai sudah berjalan keluar dari lobi gedung. "Kai! Kamu mau kemana?" Suara ayahnya membuat langkah Kai berhenti. Pria setengah baya berjas hitam itu berjalan cepat menghampiri anak tunggalnya.

"Mau sampai kapan kamu membuat masalah? Hanya masalah saja yang bisa kau lakukan tapi tidak pernah bisa menyelesaikannya sendiri! Kamu sebagai anak harusnya membahagiakan orang-tua bukan merepotkan orang tua, mengerti?!" Terlihat istrinya yang masih memperhatikan mereka dari belakang, kini tergesa mendekati sang suami dan berusaha menenangkan emosi pria tua itu agar tidak meninggi lagi mengingat mereka berada di tempat umum. Agaknya akan kelihatan memalukan jika bertengkar di sini. "Kai, kamu itu sudah besar. Bersikap lah lebih dewasa. Berkelahi hanya dilakukan oleh orang tak beradab, tak berpendidikan, tak bermoral. Untuk apa kau di sekolahkan kalau kelakuanmu tidak berbeda dari preman jalanan?" Dibandingkan dengan ayah yang kasar, ucapan ibunya jauh lebih menanangkan dengan nada lembutnya dalam menasehati.

Namun Kai tidak tahu harus bagaimana di hadapan mereka. Ingin membela diri pun rasanya percuma, jadi tanpa bicara lagi dia langsung pergi. "Hey! Kau mau kemana?!" Ayah berteriak di belakang.

"Minimarket!" balasnya sambil berjalan dengan wajah ditekuk. Andai saja mereka tahu alasan di balik kejadian itu. Kai hanya bertindak melawan dari perbuatan mereka.

***

Shera keluar dari minimarket sambil membuka bungkus es krim di tangannya. Ia berjalan tenang melewati jalan sepi dengan pencahayaan minim. Keberadaan seseorang di depan seketika menghentikan langkah Shera secara perlahan. "Hai cewek." Sapaan itu jelas bukan sapaan baik bagi Shera yang meningkatkan kewaspadaan. Terhitung ada tiga orang cowok, salah satunya sedang duduk menikmati rokok. Shera menarik langkah mundur ketika cowok itu mendekat. "Mau apa kamu! Menyingkir dari jalanku!" gertak Shera.

"Wah cewek ini galak juga. Tapi aku suka yang galak," katanya menyeringai. Shera pikir percuma menghadapi orang sinting seperti mereka. Maka dia memutar tubuh untuk lewat jalan lain meskipun agak jauh untuk sampai di rumah. Tetapi seorang cowok lagi telah lebih cepat mengurungkan langkah kakinya sehingga ia kini terjebak di tengah mereka. Hal ini membuat jantung Shera berdentam panik ditambah pikiran buruk menyerang benaknya. Doa pun dipanjatkan dalam hati dengan harapan dirinya selamat.

Grep!

Lihat selengkapnya