Feel My Rhythm

Caroline
Chapter #1

Prolog

    "Oh ayolah, mama, papa. Apa kalian bisa bertahan sejenak saja akan keharmonisan kalian? Ini tempat umum. "

    Aku berdiri di samping kiri kursiku, dengan pandangan ke arah sepasang suami istri yang kini menjadi pusat perhatian. Aku menatap datar kedua orangtuaku yang berpelukan di pinggir jalan. Aku tidak tahu siapa yang memulai karena aku berada di kamar mandi cukup lama. Pastinya, kedua orangtuaku berpelukan menjadi perhatian seluruh orang yang berada di warung makan tempat yang selalu papa kunjungi sebelum menikah dengan mama.

Ya kami berada di Negara Andotta

Bagaimana tidak menjadi perhatian? Mama dan papa selalu menjadi topik nomor satu dalam keluarga kerajaan sejak mama menjadi putri mahkota saja ketenaran mama menjadi trending nomor satu mengalahkan keluarga kerajaan Britania Raya. Aku sangat yakin tagar mengenai Hubungan romantis antar putri Yeri dan pangeran Andraw

    Mama yang masih berada pada pelukan papa menggeser wajahnya dan menoleh ke arahku. Aku bisa melihat dengan jelas ekspresi mama yang sangat nyaman menyandarkan wajahnya pada dada papa, "Putraku gak mau dipeluk?" dengan nada menggoda, cukup keras untuk di dengar beberapa orang. Aku memasang wajah datar saat papa juga beralih menatap ke arahku. Sangat jelas, pelukan papa semakin erat. Aku tidak tahu mengapa papa menatap diriku seperti lawannya.

    Mama adalah mamaku. Sepertinya papa lupa akan hal itu

    "Mama"

    "Biarkan saja sayang. Anak tertua kita sudah besar. Kini satu negara berada pada tangannya. Ia bahkan semakin sibuk saat kita mengundurkan diri dari lingkungan bangsawan. Ini aja dia mau ikut liburan karena menantu kita yang ngancam." Papa sengaja memanaskan diriku. Sorot kedua mata papa menunjukkan kemenangannya. Aku memutar kedua mataku mendengar

    "Astaga pa. Bukan gitu maksudku pa." Aku berhenti berucap ketika menyadari seseorang menyenggol bahuku dan pelakunya adalah Adikku, "biarkan saja pa. Kakak sebenarnya malu. Aku ikutttt." Ia berteriak di dua kalimat terakhir. Berjalan seperti anak kecil menuju orangtuaku kami. Aku bisa melihat wajah papa kembali mengejek diriku.

    Aku tidak tahu mengapa papa suka sekali mengejekku. Papa selalu lengket dengan mama. Jika saja papa tidak memiliki tugas sebagai kapten prajurit tingkat satu dan menjadi ketua organisasi amal Taye sejak menikah, aku sangat yakin papa akan sangat betah duduk di ruang rapat selama berjam-jam sejak menikah dengan mama.

    Tentu saja, semua orang mengabaikan momen langkah ini. Dan pastinya ini adalah momen terlangkah, bagaimana keluarga kekaisaran paling populer menunjukan kasih sayang di depan umum.

    Jujur saja, apa yang dikatakan papa setengah benar. Aku memiliki sedikit malu jika orang tuaku masih menganggapku anak kecil. Aku berusia tiga puluh delapan tahun, memiliki istri yang cantik dan kedua anakku yang manis.

    Tetapi mama, kemudian menatapku lagi, kali ini satu tangan membuka ke arahku, mengajakku dengan gerakan tangannya agar ikut bergabung. Mama tersenyum padaku, sangat lembut dan tenang. Sangat cantik, ciri khas mama saat dirinya mengajakku untuk tidur bersama-sama saat aku masih kecil.

    Baiklah, mari kita buang rasa malu ini. Aku menghampiri ketiga orang yang kusayangi. Ikut ke dalam pelukan keluarga

    Hangat, damai, dan indah. Aku tidak ingin melepaskan pelukan ini. Sentuhan mama pada bahuku membuat diriku tenang


Hingga bunyi yang sangat keras

Lihat selengkapnya