Aku hanya diam dan menatap Fiona sambil mencoba memikirkan semua perubahan yang ada dalam novel. Seharusnya kami baru bertemu setelah semester ini selesai tepat saat kami menghadiri debut di pergaulan kelas atas.
"Kenapa kau hanya diam?" Ryn menyenggol bahuku, aku tersadar dan langsung menyapa Fiona. "Ooh hai! panggil saja aku Luna. Senang berkenalan denganmu." Kami bersalaman sebentar, aku merasa tangan Fiona sangat dingin seperti hampir membeku.
"Kau kedinginan?" Meskipun aku ingin menghindari Fiona tapi tidak untuk saat ini. Bukankah akan sangat aneh jika tiba-tiba aku menjauhinya padahal ia tak melakukan apapun padaku?
"Aku tidak punya sihir dan selama perjalanan turun salju." Fiona tampak menggosokkan tangannya sementara Ryn yang cukup peka menyalakan perapian.
"Kami punya sihir tapi tidak akan bisa menyalakan api karena kami adalah penyihir air hahahaha!" Aku mengernyit mendengar candaan Ryn yang sangat tidak lucu, sementara Fiona memaksa untuk tertawa.
"Itu tidak lucu kau boleh tidak tertawa." Aku berjalan menuju kasurku kemudian bersiap untuk kembali terlelap.
***
Aku sudah menduganya, kedua kakakku terkejut karena aku mengambil jurusan seni pedang bukannya jurusan penyembuhan. Sejak dulu keluargaku selalu masuk jurusan penyembuhan mengikuti tradisi penyihir air --itu yang aku tulis dalam cerita-- meskipun beberapa penyihir memilih jurusan lain seperti perairan ataupun cocok tanam. Namun ini pertama kalinya penyihir air memasuki dunia perpedangan.
Meski kedua kakakku adalah ksatria kekaisaran masa depan, tapi mereka memilih jurusan penyembuhan selama diakademi. Sedikit aneh memang, karena dalam cerita yang ku tulis memang seperti itu.
Beberapa bagian dunia ini menjelaskan beberapa bagian yang tidak tertulis dalam legenda. Mungkin suatu hari aku akan menemukan fakta yang aku sendiri sebagai penulis tidak tahu dari mana asalnya. Masalahnya hanya satu, bagaimana jika ada bagian yang saling tumpang tindih diantara cerita yang tak aku masukkan?
"Kenapa jurusan pedang?" Akas meletakkan nampan makanannya disampingku. Aku hanya menggendikkan bahu tak acuh "Mau aja, kenapa?"
"Aku menyesal tidak mengawasimu saat mengisi formulir pendaftaran." Alka terlihat sangat gusar dan aku tahu apa yang ada dipikirannya. "Tenanglah, aku tidak akan terluka."
"Kau saja bodoh dalam menggunakan pisau makan. Membayangkanmu memegang pedang tentu tidak pernah ada dalam pikiranku." Alka mengambil nampanku dan memotong steak yang masih utuh disana. Aku benar-benar benci karena membuat banyak daftar kelemahan Luna karena sekarang semua itu menjadi penghambat ku.
"Aku akan berlatih sekuat tenaga agar bisa bertanding dengan kalian." Sebenarnya aku bermaksud untuk bercanda tapi sepertinya Akas tidak menanggapinya sama seperti yang ku pikirkan.
"Cepat ambil formulir baru dan katakan bahwa kau akan pindah jurusan." Lelaki itu berkata tegas sambil menatapku tajam. Meski jiwaku sebenarnya jauh lebih tua dibanding dirinya tapi aura mengintimidasi lelaki satu ini terlampau kuat.
"Kakak..." Aku merengek berusaha membuat mereka luluh namun semua itu tentu sia-sia.
"Kenapa kamu memilih seni pedang? Satu jawaban dan aku akan mengizinkanmu jika itu masuk akal." Alka yang biasa bersikap hangat pun kini menelanku melalui kalimatnya.
"Baiklah, ku harap kalian tidak menertawakan hal ini." Aku menarik napas sejenak. "Aku bisa melihat masa depan. Beberapa tahun lagi kalian akan menjadi ksatria terkuat di kekaisaran dan hidup dengan damai sedangkan aku akan mati terbunuh. Aku hanya ingin melindungi diriku sendiri."
Aku dapat melihat keterkejutan dimata keduanya. Aku tidak akan mengatakan hal lain lebih dari ini karena banyak kemungkinan alur cerita ini berubah nantinya.
"Aku tidak mempercayainya." Akas kembali ke mode tenang dan datarnya. Aku merasa sedikit sedih mendengar kalimatnya. "Kenapa?" Tanyaku.