Pukul 6 sore,
Vira kembali ke hotelnya dengan menaiki taksi. Ia melangkahkan kakinya masuk ke lobi hotel dengan senyum puas seakan ia telah menakhlukkan dunia.
Benar kata bapak. (bukan bapaknya tapi:v Bapaknya orang. Bapaknya mah, cuek beibehh eh, kok curhat:v)
"Kalau kamu capek, tapi kamu bahagia ngelakuin itu. Berarti kamu berada di jalur yang benar"
Capek iya, kesel iya, tapi ada kebahagiaan, dan kepuasan tersendiri karena ngelakuin hal itu. Itu yang namanya passion
Begadang buat bikin lagu misalnya, ga dibayar tapi kamu suka ngelakuin itu. Ya berarti duniamu disana
Atau seharian ngerjain soal matematika, pusing-pusing tapi kamu tetep suka. Ya disitu duniamu.
Ada kalanya bosen, itu wajar. Se-pro apapun seseorang dibidang itu, kalau dia manusia dia pasti pernah ngerasain bosen. Tapi dia nggak bisa jauh-jauh dari situ. Ya karena itulah dunianya, passionnya, cintanya
So, jangan bermati-matian mengejar apa yang tidak sesuai hati kamu, hanya demi ucapan 'keren' dari orang lain.
Cuma bikin capek.
Sekarang Vira capek. Tapi ia puas. Berjalan seharian, mencatat apapun yang bisa jadi konten di blognya dan bahan untuk di tulis.
Vira berjalan seraya memasukkan notenya di tasnya.
Brukkk
"Ah, sorry, sorry" ujar Vira refleks, karena menabrak seseorang.
"Kenapa kau tidak mengangkat telponku" ujar seseorang dengan suara bas. Lebih kepada protes daripada sebuah pertanyaan.
Vira mendongak dan berdiri kaku di tempat. Ah, kenapa laki-laki ini tak menjauh saja. Ia lelah.
Vira memalingkan wajahnya saat Alen menatapnya tajam. Vira berbalik dan berusaha menjauh dari Alen. Tapi Vira lupa, sejauh apapun ia melangkah. Lelaki itu pasti bisa meraihnya.
Alen menggapai tangan kanan Vira. Terasa mungil dalam genggaman tanganya yang besar. Vira berusaha menariknya, tapi tangannya terkurung penuh di genggaman lelaki itu.