¤¤¤
BEBERAPA saat kemudian, suara riuh siswa-siswi menggema memasuki ruang kelas. Beberapa dari mereka bahkan masih sempat-sempatnya membentuk formasi dengan beberapa dari cewek-cewek yang berkumpul di satu meja, yaa.. apalagi kalau bukan mengambil kesempatan untuk berbagi cerita bersama, seperti kebanyakan cewek-cewek lainnya. Suatu hal yang sudah biasa dilakukan sembari menunggu guru yang mengajar datang. Bukan cuma cewek-cewek saja, para cowok di dalam kelas pun tentunya nggak mau kalah. Lihat saja sekarang, beberapa dari dari murid cowok tengah berkumpul pada satu meja yang berada disudut ruang kelas.
"Wiidiih.. giilee.. semok bener!" Seruan dari sekumpulan murid cowok itu serasa menggema memenuhi seisi ruangan. Beberapa dari cewek-cewek langsung memberikan tatapan tajam ke arah mereka, tapi lihat saja, tidak ada yang akan peduli dengan hal itu.
"SUARANYA WOII.. JANGAN PAKAI TOA!" Ridho yang menjabat sebagai ketua kelas berseru dengan cukup keras.
Sementara itu dari deretan bangku paling depan.
"Lho? Kaira! Kita pikir lo nggak datang," ujar Rani yang merupakan teman sebangku Kaira.
"Iya Ra, lo kenapa nggak ikutan baris tadi?" sambung Diva, siswi yang memakai bandana berwarna pink di kepalanya. Cewek yang berada di sebelahnya–Dinda, mengangguk setuju.
Kaira meringis kecil sembari menatap ketiga temannya. "Iya, tadi tuh telat. Jadi gue milih stay di kelas. Mana tadi semuanya udah pada baris. Ditambah ada Bu Riska yang ngawasi dari belakang. Gue jadi nggak berani buat turun ke bawah," jelas Kaira.
"Tapi, bisa bahaya kalau lo sampai ketahuan ada di kelas," ujar Dinda dengan sorot mata yang khawatir menatap Kaira.
Kaira menghela nafasnya sesaat, lalu menatap teman-temannya dengan seulas senyuman tipis di bibirnya. "Iya gue tahu, untung aja nggak ada Guru yang nge-check ke atas."
"Iya untung aja nggak ketahuan. Kalau sampai ada Guru yang lihat lo di kelas. Lo bisa kena hukuman lari keliling lapangan sepuluh kali," balas Dinda.
"Serius? Keliling lapangan sepuluh kali?"
Dinda mengangguk membenarkan. "Iya Ra, Gue pernah di hukum kayak gitu soalnya," jelas Dinda.
"Iya sepuluh kali, dan belum sampai sepuluh kali, baru lima kali putaran aja si Dinda udah K.O, lebih tepatnya sih pingsan!" terang Rani menambahkan.
"Ya iyalah! Coba lo bayangin aja Ra, gue disuruh lari keliling lapangan sepuluh kali. Yang lo pasti juga tahu kalau lapangan sekolahan itu super duper luas. Ditambah gue belum sempat sarapan. Gimana gue nggak pingsan coba?" tukas Dinda dengan tampang sebalnya.
"Tuh kan jadi curhat deh," ujar Diva menimpali.
"Rese lo!" Dinda menyikut lengan Diva dengan kesal sedangkan Diva malah tertawa kecil menanggapinya.
Diva mengatupkan kedua tangannya menghadap Dinda. "Ampun nyai."
Dinda yang merasa kesal, menatap Diva dengan wajah betenya, membuat yang lainnya tertawa. "Nyebelin lo ah!" katanya dengan kesal.
●•●•●
Jam terus berlalu begitu saja, kini waktu menunjukkan tepat pukul 08.15 WIB, sudah lewat 15 menit sejak bel tanda dimulainya pelajaran berdentang dengan nyaringnya.
Suasana di dalam kelas masih tampak riuh. Sementara itu, Ridho—sang ketua kelas sudah setia berdiri di depan pintu kelas untuk memastikan guru yang datang. Ridho menatap ke dalam kelas di mana teman-temannya masih asik dengan dunianya masing-masing. Seakan-akan mereka tidak memikirkan dampak yang ditimbulkan akibat keributan yang mereka lakukan terhadap kelas-kelas yang lainnya.