"Saya menggaji kalian untuk melindungi keluarga Hermawan. Kenapa sampai ada penyusup bisa masuk dan mengacaukan acara Ivanka? Kalian ini kerjanya ngapain sih? Bahkan Allea hampir celaka karena kalalaian kalian!"
Tatiana Hermawan murka kepada lima orang pria berjas hitam yang bertugas sebagai penjaga keamanan keluarga Hermawan. Sebagai orang yang cukup berpengaruh di negeri ini Hermawan tidak segan-segan melakukan segala cara demi melindungi keluarganya. Terlalu banyak musuh yang secara diam-diam maupun terang-terangan yang mengincar keluarga mereka. Buktinya dengan keamanan berlapis pun mereka hampir saja kehilangan cucu perempuan semata wayang yang berharga.
"Maafkan kami Nyonya, kami..."
"Kalian pikir dengan maaf habis perkara? Bagaimana kalian akan bertanggung jawab jika sesuatu terjadi pada Allea? Pikirkan kesalahan kalian dan jangan kembali sebelum kalian tahu di mana letak kesalahan kalian," ucap Tatiana tegas. Raut wajahnya masih menegang akibat sarafnya tertekan. "Keluar dari ruangan saya!"
Bersamaan dengan orang-orang berjas hitam itu keluar ruangan, seorang lelaki sekitar 45 tahunan memasuki tempat Tatiana berada. Wajahnya masih tetap tampan dan berkharisma meski garis kerut tak bisa disembunyikan. Jika diamati dengan teliti, mereka memiliki garis rahang tegas yang sama. Rambut hitam, hidung mancung, dan sepasang bola mata berwarna biru cerah itu menunjukkan jika mereka memang memiliki gen yang sama.
"Aku sudah membereskan semuanya, Ma. Nggak ada korban jiwa. Tim Alpha sudah melakukan tugasnya untuk menghapus ingatan para undangan malam ini. Media tidak ada yang luput dari pengawasan. Aku jamin tidak akan ada orang luar yang tahu masalah ini."
"Kamu sudah tahu siapa dalang di balik ini semua, Ivan?"
Lelaki itu membenarkan posisi duduknya yang tidak nyaman. Di hadapan sang mama, meski ruangan ini ber-AC pun tetap membuat gerah. "Orang itu sepertinya memang sengaja mengincar Allea. Tim kita sudah mencari informasi tentang ini, Ma."
"Minta periksa CCTV di seluruh Jakarta. Jika memang hanya Allea yang dia incar aku bisa menebak kemungkinan siapa orang itu. Siapkan orang terbaik dari tim Alpha untuk menjaga Allea. Jangan biarkan siapa pun mendekatinya tanpa pemeriksaan. Dan jangan biarkan bocah itu lepas dari pengawasan. Di mana dia sekarang?"
"Julian sedang menjaganya di ruang kesehatan. Sepertinya dia masih syok dengan kejadian tadi."
"Kalau begitu biarkan Julian yang menjaganya sampai keadaan aman. Kita tidak akan pernah tahu kapan musuh tiba-tiba menyerang. Jika tebakanku benar, kita akan menghadapi perang yang lebih besar, Ivan. Allea harus bersiap menerima kenyataan pahit yang mungkin tak pernah ia bayangkan."
Lelaki yang disebut Ivan itu mulai duduk gelisah di tempatnya. Ia tuntas membaca seluruh sejarah keluarga dari garis ibunya dan bagaimana perjuangan perempuan-perempuan itu di masa lalu. Dan jika benar dugaan ibunya, maka sejarah akan terulang. Ia harus merelakan anak gadis semata wayangnya untuk ambil bagian. Hal yang tidak dapat ia gantikan, sebab ia bukanlah anak perempuan ibunya.
"Tapi kita bukan pihak yang mengibarkan bendera perang, Ma."
"Kamu lupa Ivan, tugas kita memang tidak berperang tapi menyatukan pihak yang berperang. Hal yang tidak kita tahu pasti, apakah mereka akan saling memahami atau justru balik memusuhi kita. Di mata mereka berdua kita adalah musuh. Moyangmu disebut pengkhianat. Itu yang harus kamu ingat!"
Pikiran lelaki itu berkecamuk. Ia tak ingin membahayakan putri semata wayangnya, namun hanya Allea lah satu-satunya harapan.
"Aku pasti akan memikirkan yang terbaik, Ivan. Percayalah!"