Tak butuh waktu lama bagiku untuk menguasai pekerjaanku dan menyesuaikan diri dengan lingkunganku. Walau aku belum secepat Mbak Rifa dan Alanis. Lebih tepatnya sih belum berani. Aku masih takut melakukan kesalahan dalam penginputan pembayaran.
Hari semakin sore. Mataku terasa semakin berat. Pekerjaan ini mudah memang, sekaligus terasa monoton dan membosankan. Untuk menghilangkan bosan, aku mengambil ponsel yang sudah kuabaikan hampir seharian ini. Aku membuka aplikasi Instagram dan langsung melihat postingan Instagram story Arman di baris pertama. Penasaran, aku langsung membukanya. Berharap dapat melihat wajahnya, atau penasaran bagaimana ia menjalani hari-hari pertamanya di kantor cabang.
Namun ternyata postingan Arman sama sekali bukan fotonya atau cerita tentang hari-hari pertamanya di kantor cabang. Ia hanya membagikan sebuah lagu dari aplikasi Spotify. Sebuah lagu yang dipopulerkan The Corrs. Bibirku tersenyum kecil, merasakan hatiku tercubit rasa rindu. Arman sangat menyukai grup musik The Corrs, begitupun aku. Ketika bekerja di divisi procurement dulu Aku dan Arman sering menyanyikan lagu itu bersama-sama saat salah satu dari kami memutarnya.
Ah, betapa aku sangat merindukan masa-masa indah itu, yang baru berakhir hari Jumat lalu. Saat hari-hariku begitu dipenuhi kebahagiaan, dan jauh dari kata membosankan seperti ini.
***
Camila, sahabatku semasa bekerja di divisi procurement menelponku siang itu. Cepat-cepat kutuntaskan pembayaran yang sedang kukerjakan dan menjawab teleponnya pada deringan ketiga.
“Sibuk yee sekarang,” kata Camilla.
“Ya kali nggak sibuk, kan gue bukan pengangguran cuy,” sahutku. “Ada apa?”
“Lo ada acara nggak sepulang kantor?”
“Nggak ada.”
“Ke Kuningan City yuk, Golden Lamian lagi buy one get one.”
“Hayuk!” aku langsung setuju saja.
Ajakan Camilla membuatku merasa agak cerah hari ini. Aku merindukannya. Bukan hanya Camilla saja sebenarnya, tapi juga teman-teman divisi procurement-ku. Bisa saja sebenarnya aku berkunjung ke divisi procurement, toh kami masih satu gedung. Hanya saja aku malas. Divisi procurement terletak di lantai 21 dan lift selalu ramai di jam istirahat. Bisa-bisa satu jam istirahat berhargaku habis hanya untuk menunggu lift. Lagipula sekarang aku sudah akrab dengan Mbak Rifa, Alanis, bahkan Mas Tian sehingga jam istirahatku habis untuk makan siang sambil mengobrol dengan teman-teman baruku itu.
***
Pukul lima tepat. Aku langsung mematikan komputer dan beres-beres. Pun dengan teman-temanku yang lain. Good things tentang bekerja di divisi keuangan, terutama unit pembayaran, adalah bisa pulang tepat waktu. Itulah yang diterapkan Mas Tian kepada bawahan-bawahannya. Datang tepat waktu, istirahat tepat waktu, pulang juga tepat waktu.
Berbeda dengan divisi procurement yang fleksibel (kecuali jam masuk kantor). Jam fleksibel itu tak jarang membuatku pulang terlambat. Belum lagi sesampainya di rumah aku masih harus stand by untuk menjawab panggilan masuk dan membalas pesan. Kalau saja bukan karena ada Arman, aku pasti sudah gila karena stres bekerja.
Mencoba menyingkirkan pemikiran tentang Arman, aku mengambil ponsel dan menghubungi Camila.
Nisa: “Udah siap? Ketemu di lobby aja ya.”
Camilla: “Gue masih meeting nih, bahas pengadaan iMac divisi marcomm.”
Nisa: “Masih lama?”
Camilla: “Sepuluh menit lagi udahan.”