Entah sudah berapa lama aku berkutat di aplikasi Whatsapp. Bukan karena sibuk kerja, melainkan sibuk menggalau haruskah aku menghubungi Arman duluan. Aku sangat merindukannya dan ingin minimal berkirim pesan dengannya. Aku rindu ketika kontak Arman menjadi kontak yang paling sering kuhubungi. Aku rindu membicarakan banyak hal dengannya.
Sebenarnya mudah saja, Arman orang yang ramah dan tak pernah mengabaikan aku. Hanya saja selama ini aku belum menemukan topik yang pas untuk dibicarakan dengannya. Mencari topik obrolan untuk orang yang sudah lama tak bertemu ternyata lebih sulit dibanding jika bertemu setiap hari. Aku sudah menemukan topik hari ini, hanya saja aku merasa canggung menghubunginya duluan.
Ah, menuruti perasaan malu dan canggung takkan menbuatku maju. Aku hanya akan menggalau dan penasaran tanpa hasil jika tak melakukan apa-apa. Bagaimanapun tanggapan Arman toh kami sudah tak perlu bertemu setiap hari lagi. Aku tak perlu malu di depan mukanya dan teman-temanku takkan tahu.
Nisa: “Arman”
Jantungku berpacu tak karuan saat status Whastapp Arman berubah online lalu mengetik.
Arman: “Ya, ada apa Nisa?”
Tenang, tenang. Sebaiknya aku basa-basi dulu, jangan terlalu to the point.
Nisa: “Apa kabar, Man? Gmn kantor cabang?”
Arman: “Baik. Alhamdulillah kantor cabang enak. Lebih mending lah daripada di procurement hehe.”
Bibirku tersenyum, paham betul apa yang dimaksud Arman. Karena aku adalah teman keluh kesahnya sewaktu kami di divisi procurement. Yang menjadikan harapanku begitu membumbung tinggi dan membuat hatiku sakit ketika berakhir tak seperti yang kuharapkan.
Baiklah. Mulai masuk ke topik utama.
Nisa: “Alhamdulillah kalo gitu. Beruntung banget loh kita udah nggak di procurement.”
Arman: “Knp emang?”