"Apaan Nis? Tumben malam-malam nelepon gue?" tanya Alanis begitu menjawab teleponku. Soalnya aku memang paling anti telepon duluan, apalagi untuk urusan yang nggak penting-penting amat.
Aku tak bisa menahan tawa membayangkan betapa syoknya Alanis kalau dengar apa yang akan aku ceritakan.
"Dih, malah cekikikan. Kesurupan lo ya?"
Ditanya begitu, tawaku malah meledak.
"Heh, lo kenapa sih?" Alanis terdengar kesal sekaligus ketakutan.
"Iya iya maaf," aku berusaha berhenti tertawa. "Tahu nggak? Tadi gue kenalan sama Oppa Donghae doong..."
"Hah masa?!" Alanis langsung semangat. "Berani juga lo ngajak kenalan
"Hoooh tentu tidaaakkk...." jawabku sok dramatis. "Dia yang ajak gue kenalan duluan."
Bisa kubayangkan pasti sekarang Alanis sedang melompat kaget karena sahutannya heboh banget. "Yang bener lo?!"
"Ngapain juga gue ngarang?"
"Iiih anjiirrrr gue siriiiikkkk!" Alanis berteriak-teriak sampai aku harus menjauhkan ponsel dari telinga agar gendang telingaku tidak jebol. "Kok bisa siiih lo diajak kenalan sama Oppa Donghae?"
"Dia Adit, bukan Donghae," koreksiku.
"Terserah," Alanis tidak peduli.
Aku pun menceritakan pada Alanis semua kronologinya, minus ketangkap basah memperhatikan tentunya. Mulai dari dompetku ketinggalan, saling melempar senyum saat aku di balkon, kemunculan Adit yang mengejutkan untuk mengembalikan dompetku hingga saat ia mengajakku makan siang bareng sampai ia bolos meeting.
Alanis iri setengah mati mendengar ceritaku. Sedangkan di tempatku, aku cekikikan. Antara puas membuat kawanku sirik, dan senang oleh kejadian hari ini. Aku bahkan sampai sengaja nongkrong di restoran, berharap ketemu Adit lagi. Tapi sayangnya, ia tidak muncul.
Walaupun sirik, Alanis menutup percakapan kami dengan kata-kata mutiara. "Sikaat Nisa! Atau kalau lo lama, gue sikat juga itu oppa ganteng."
"Dia bukan oppaaaa...." aku mengoreksi, lagi.
Aku merebahkan diri di tempat tidur dengan sisa senyum di wajah. Aku masih punya satu hari tersisa di hotel ini. Semoga besok masih bisa ketemu Adit lagi.
***
Doaku terkabul. Aku bertemu Adit lagi saat sarapan. Ia tersenyum padaku dan menghampiriku.
"Benar kan kamu masih di sini," katanya bangga dengan wajah sumringah.
Aku tertawa kecil. "Gimana kemarin?"
"Aman," kata Adit santai.
"Emang kamu ngeles apa?" pancingku.
"Aku bilang aja mulas-mulas."
Tawaku langsung meledak. "Geblek."
Beberapa orang yang sebelumnya kulihat main kartu dengan Adit, yang salah satunya menangkap basah aku menatap Adit dari kejauhan, menyapa Adit. Jujur saja aku agak tengsin saat teringat insiden itu. Dengan gaya sok cool seolah tak terjadi apa-apa, aku tersenyum pada mereka yang juga menyapaku.
"Kamu ada acara nggak hari ini?"
Aku mengernyit. Bukannya kebalik ya? Aku kan kesini cuma liburan, justru dia yang 'ada acara'. "Nggak ada, kenapa?"