“Kamu udah lihat sampel undangan yang aku kirim ?”
Aska mengangguk sambil menganggkat sampel undangan yang baru sampai hari ini di kantornya. Ada tiga sampel yang datang bersamaan dengan Sekilo rendang matang dan juga beberapa kripik pisang yang dia pesan khusus dari dapurnya Nila.
“Hijau ?” Tanya Aska.
Dahi pria itu berkerut sangat jelas. Nila bersyukur di tengah persiapan pernikahannya ini, Aska mau di ajak kerja sama. Walau masih beda Negara, setidaknya pria itu selalu menganggkat telepon dan memberikan pedapatnya. Dan kemaren pria itu merengek ingin rending dan juga kripik pisang. Terburu-buru ia memubuatkan permintaan pria itu. Sampai Sam mengomel dan menuntut ongkos kirim antar Negara.l NIla hampir saja melempar spatula ke kepala Sam karena terlalu kesal.
“Atau biru ?”
Nila menghela nafas mendengar keraguan pria itu. Rasanya tulang dibadannya hampir lepas dari ototnya. Sepulang kerja, ia akan mengerjakan pesanan kue teman-temannya. Lalu bahkan sambil memanggang kue, ia akan mengurusi segala printilan pernikahan ini. Jam istirahat kantor saja tak lagi ia gunakan untuk tidur, tapi meeting dengan wedding orginazer atau WO yang mereka pilih. Dan alhasil, tidak ada kepuasan yang didapat. Ia membatalkan menggunakan WO dan mengurusi segalanya sendiri. Meeting dengan vendor dekorasi, vendor makanan dan banyak lagi. Untung saja, Helena terkadang ikut menemani.
“Aska.”
“Oke, biru.”
Nila mencatat dibuku lalu beralih ke brosur sampel makanan yang tadi siang ia coba dengan Helena. Gadis itu menjelaskan rinci ke Aska yang sesekali memberikan pendapat.
“Oke, kalau hari ini sudah deal, aku bisa focus ke yang lain.” Tutur Nila sedikit lesu.
Aska memperhatikan calon istrinya yang sejak acara lamaran sedikit tirus. Berkali-kali Aska memastikan kalau Nila tidak sedang diet. Sebulan setelah lamaran, Nila harus opname karena masalah lambung. Belum lagi setiap bulan gadis itu harus meringkuk di tempat tidur karena tamu bulanan. Aska sampai hafal semua tingkah laku Nila.
“Santai, NIla. Santai. Acara kita masih dua bulan lagi. Jangan sakit lagi.”
Nila mengangguk-angguk sambil terus mencatat. Benar apa yang dikatakan Aska, mereka akan menikah dua bulan lagi, tapi sejak acara lamaran 3 bulan lalu saja, banyak hal yang belum selesai. Bagaimana Nila mau bersantai ? Soal masalah lambungnya, itu memang salahnya karena terlena dengan pekerjaan dan status barunya sebagai tunangan Aska.
“Dua bulan lagi itu sebentar Aska. Mana aku harus keluar kota minggu depan selama tiga hari. Jadinya waktunya agak gak cukup.”
“Memangnya apalagi yang belum deal ?”
Nila membuka buku catatannya. “Tinggal fitting baju kita. Reservasi hotel lusa aja. Besok itu selesaikan list undangan dulu sekaligus souvenir.”
“Hotel aku aja.”
“Oke. Hotel beres. Tinggal tunggu kamu pulang.”
Aska dan Nila sama-sama tersenyum. Kepulangan Aska adalah yang paling dinanti oleh mereka. Setelah Aska menyerahkan surat penerimaannya di perusahaan yang dikelola oleh Sam dan meyakinkan Nila berkali-kali dengan sangat keras, akhirnya Aska bisa bernafas lega saat Nila menyuruhnya untuk menemui keluarganya. Tentu Aska langsung terbang ke Indonesia dan menuju kampung halaman Nila.
Tiga bulan Lalu
Terlihat Sam terburu-buru berjalan restoran yang telah mereka pesan. Sudah ada Alana dan Nila yang menunggu. Sam dengan keringat di dahi, duduk lalu menyeruput minuman istrinya. Lucunya lagi ia tampak seperti anak SMA yang telat ke pertemuan kencan pertama.
“Kalau Aska bukan adekku, ogah lari-lari hanya untuk menunjukkan ini sama kamu. Kalau bukan kamu calon adek iparku, udah kupukul si Aska.”
Alana dan Nila terkekeh kecil. Sam dan Aska bagai Tom and Jerry. Tidak ada yang tidak lucu saat mereka bersama.
“Ini.”
Nila mengambil amplop coklat yang disodorkan Sam. Alana menggeser duduknya mendekat ke Nila. Ia juga penasaran dengan isi amplop itu.
“Semua berkas kepulangan Aska sudah aku siapkan. Termasuk menyelesaikan pembelian rumah disini. Dan setelah Aska pulang, dia akan langsung training di kantor Papa. “
Nila masih melihat-lihat isi amplop yang terdiri dari surat kuasa, surat hak milik sampai dengan beberapa aset milik Aska.
“Aska mau kamu tahu ini. Dia memang tidak bisa mengatakannya langsung, sulit menghubunginya beberapa hari ini. Iya kan ?” Nila mengangguk pelan. Memang sudah seminggu ini Aska tidak bisa dihubungi.
“Dia sibuk, harus menyelesaikan semua proyek yang ia mulai sebelum bisa resign akhir tahun ini.”
Nila semakin mengerutkan dahi. Masih tidak mengerti apa yang Sam katakan.
“Nila.” Alana yang duduk disampingnya memanggil dengan suara yang sangat lembut. “Satu saja yang perlu tahu. Aska benar-benar sudah jatuh cinta sama kamu. Mau hidup denganmu, memilihmu dan yang pasti akan menjagamu.”
Alana tersenyum melihat mata gadis disampingnya. “Sejak tamat SMA, dia tidak berniat untuk hidup di Indonesia. Tapi beberapa bulan lalu dengan tegas dia mengatakan pada kami semua, kalau dia akan menetap selamanya di Indonesia. Bersamamu.”