Oji sampai di rumah Pak Soni. Sedikit berbeda dengan kemarin, sekarang ada kanopi yang menaungi bagian garasi. Sejenak dalam langkahnya, ia menikmati pemandangan hasil jerih payahnya tiga hari lalu. Ada rasa haru dan bangga. Ia sedikit bisa merasakan bangganya seorang Da Vinci saat memandang lukisan Monalisa. Oji melihat Pak Soni berdiri di teras rumah menunggu tamu-tamunya. Keduanya bertemu pandang saat Oji melewati gerbang yang dibuka maksimal. Saat itu lah Oji dan Pak Soni bertemu pandang. Oji langsung memasang senyum terbaknya.
“Assalamualaikum, Om Soni!”
“Walaikumsalam! Datang juga kamu!” sahut Pak Soni. “Saya udah takut aja.”
“Takut kenapa, om?”
“Takut ternyata kamu kenapa-napa. Pendarahan dalam, misalnya.”
“Oh, biasa itu mah, om. Darah kan emang harus di dalem.” ucap Oji seraya masuk ke bagian teras. Pak Soni sempat bengong sebentar, lalu kembali tersenyum.
“Siapa namu kamu? Saya lupa.” kata Pak Soni menyenggol bahu Oji.
“Bukan lupa, om, emang belum kenalan.”
“Oh, iya, ya?”
“Saya Oji, om.”
Pak Soni mengangguk, berusaha mengingat nama itu. “Oke, masuk dulu, Ji! Saya masih nunggu tamu.”
Oji memangdang pendopo di halaman rumput rumah Pak Soni. “Ke sana ya, Om?” tanyanya.
“Iya, ke sana!” jawab Pak Soni. “Kenalan saja dulu sama yang lain.”
“Siap, Om.” sahut Oji lalu berjalan menuju pendopo.
Suara orang berbincang dan suara peraduan piring dengan sendok-garpu mulai terdengar. Lalu ada tawa di sela-sela suasana. Oji mulai merasa terasaing dan minder karena ia akan mulai bertemu orang-orang dari dunia yang belum ia masuki. Saat Oji sudah dekat dengan gundukan pendopo, seseorang keluar membawa
“Kamu yang mau main juga?”
“Main film tante maksudnya?”
“Iya, yang mau main film. Masa main air! Bayi kali, ah!” ujar wanita itu gemulai.
“Iya tante.Mau coba audisi.” angguk Oji. Tapi wanita itu menggeleng dan mengerutkan dahi.
“Oh, nggak ada audisi!” katanya cepat. “Nggak ada casting! Pasti lolos!”
Oji merautkan kebingungan. “Serius tante?” tanyanya, menahan girang, karena tidak ada casting berarti pasti dapat peran.
“Serius, lah!”
“Tante istrinya, Om Soni?” tanya Oji setelah mikir cepat.
“Iya, saya istri Pak Soni. Kenapa? Kamu takut info dari saya hoax?”
Oji cuma nyengir kecil, tak mau istri Pak Soni tersinggung.
“Udah, gabung sana sama yang lain!” tunjuknya ke bagian dalam pendopo.
“Eh, iya, makasih tante!” angguk Oji lalu melangkah masuk. Seorang pria tinggi kekar melihat dan menyapanya.