Oji sampai di lokasi suting pukul enam pagi. Saat baru datang ia berusaha menahan diri agar tidak terlihat norak melihat set film yang megah dengan beragam peralatan, mulai dari kamera-kamera besar, lampu beragam bentuk, kabel yang gemerusut, sampai genset yang menderu. Oji berusaha santai walau banyak hal yang baru pertama lihat secara langsung.
Sembilan jam kemudian, scene bagian Oji tiba. Aldo yang baru datang dua jam setelah kedatangan Oji memberi arahan yang ia dapat dari Timo kepada Oji yang berdiri dalam kebingungan.
“Pokoknya kau diam saja dulu, Ji!” pesan Aldo yang lalu berlalu ke ruangan lain dari set.
“Kamera?” teriak Timo sang sutradara, membuat suasana hening seketika.
“Roll!” jawab seorang cameramen di arah jam tiga Oji. Suasana kembali hening.
Jawaban yang membuat Timo kembali berteriak dengan berucap, “ACTION!”
“Yarhumukallah!” ujar Oji spontan. Timo, Aldo, dan semua crew menoleh ke arah Oji.
“Lah? Dikata bersin!” teriak salah satu crew di pojokan. Oji merasa malu lalu memberi isyarat minta maaf ke sekeliling. Ia melihat Timo dan Aldo menggeleng.
“Kameraaa?” teriak Timo mengulang.
“Roll!”
“Action!”
Tibat-ba Aldo datang dari ruang sebelah, mendekati Oji yang hanya menatap nanar tanpa tahu apa yang akant terjadi. Saat dekat, Aldo mengayunkan lengannya memukul muka Oji. Terasa seperti betulan karena terasa sakit di pipi. Aldo lalu menyelengkat Oji dengan cepat. Membuat Oji terjatuh punggung lebih dulu. Ia tergeletak di lantai lalu ditendangi oleh lima para figuran lain yang datang bergerombol.
“Lebih keras!” teriak Timo. “TotRikias!”
Teriakan itu membuat Aldo dan para figuran semakin semangat menendangi Oji. Baru semenit kemudian teriakan sang sutradara terdengar saup oleh Oji yang meringkuk di lantai berdebu.
“CUT!”
Saat paara crew beres-beres menggani set, Aldo datang menghampiri Oji yang sedang menekan pinggangnya dengan bungkusan es batu.
“Keren kau, bro! Om Soni nggak salah milih kau untuk peran ini!” seru Aldo sambil membawa secangkir plastic kopi hitam. Oji meringis sambil mengangguk, menerima pujian Aldo yang sedikit membuatnya lupa rasa sakit di wajah dan punggung.
“Makasih, Bang.” kata Oji.
“Kalau nggak ada figuran yang kuat kaya kau ini, aktor seperti aku ini ngga bisa total.” ujar Aldo lalu menyeruput kopinya. Oji hanya mengangguk sambil membayangkan nikmatinya kopi hitam yang tak jua ditawari.
“Elo punya ilmu kebal, bro?” tanya Aldo mengerutkan kening.
Oji menggeleng. “Nggak, bang. Kalau punya, nggak bakal biru gini juga katanya menunjuk wajahnya sendiri.
“Oh, iya. Biasa itu bro. Namanya juga film action. Aku dulu sampai muntah-muntah!”