FILANTROPI Putih-Abu

Nada Lingga Afrili
Chapter #8

7. I'll Never Forget That Incident

"Di bawah terik matahari pagi ini

Kita berjalan menatap lurus ke depan

Tidak takut dengan apa yang akan menerjang

Hanya senyuman yang akan saling menguatkan."

Mala

Aku menulis kalimat itu di buku. Buku yang dulunya hanya buku kosong, sekarang sudah terukir banyak kalimat dan sajak yang tanganku ciptakan. Kalian tahu? Aku mempunyai satu rahasia yang tak satu manusia pun tahu. Dan sampai kapanpun, rahasia itu akan selalu kujaga sampai nanti.

One night I stand I remind of you

Our hope and dream, tears in my eyes

When you gone so fast, when I realized

You know I can be perfect

Ah! Ini lagu Still Virgin yang judulnya Hate To Miss Someone. Memang tak banyak orang yang mengetahui lagu itu. Aku segera berlari ke belakang kelas menghampiri Rendi yang barusan menyanyikan lagu itu. Aku duduk di depan Rendi, lalu melanjutkan lirik yang barusan ia nyanyikan.

Mala: "I fall from you. You make me like I can't stand with you. You make me like I can't live with you. I can't hold your hand. So please don't let me down."

Mala & Rendi: "I try to be a stronger. When I know everything over. Everytime I feel

Everyday I think. I never see you once again."

Mala: "I know I can't be stronger. Even I try to forget you. Oh no I missing you. I need It's you. So please don't make me feel like."

Mala & Rendi: "I keep you in my heart."

Sehabis lirik terakhir itu, Rendi memainkan outro lagu tersebut dengan mahirnya. Bunyi gitar yang dihasilkan permainan Rendi benar-benar sangat bagus. Saking indahnya permainan gitar itu, sampai-sampai aku tak sadar bahwa Rendi ternyata menatap mataku lekat. Dia menatap mataku dalam-dalam sambil menyunggingkan senyuman nakalnya.

Kalian harus tahu, aku hampir meleleh kalau tak ingat Rendi adalah sahabatku. Dia pikir semua orang bisa dibuat luluh oleh ketampanannya yang memang benar-benar di atas rata-rata? Dunia tak semudah itu, Ren.

Aku pun langsung membalasnya dengan senyuman kecut, kemudian berlagak sibuk memainkan handphone. Biar apa? Biar dia tahu kalau handphone-ku lebih menarik daripada wajahnya.

"Ren, lo tau, nggak?"

"Apa?"

"Lo mirip Justin, sumpah."

"Wesss, ya iyalah."

"Justin itu nama anjing tetangga gue."

Rendi

"Bangsat."

Mirip anjing, dong, gue?

Emang, ya, yang namanya teman itu kurang ajar semua. Bukan teman namanya kalau nggak kurang ajar.

Gue dan Mala memang lebih sering menghabiskan waktu bersama di kelas. Kadang gue suka cerita ke Mala tentang cewek-cewek cantik mana yang harus gue deketin. Kadang juga gue cerita soal cewek yang selama ini gue dambakan dan nggak pernah bisa gue dapatkan. Bangke emang. Gara-gara cewek itu, sampai sekarang pun gue belum bisa menghilangkan kebrengsekan gue sebagai cowok tampan yang didambakan semua wanita.

Dan gara-gara dia, gue sampai harus terus-terusan mencari siapa cewek yang pantas buat gantiin posisi dia.

"La, gue lagi coba deketin Bella," ucap gue di sela gue mencari chord yang cocok untuk lagu barusan Mala request.

"Bella? Bella kelas sebelah?"

"Iya," gue menoleh ke arah Mala dan bersiap untuk curhat, "Kalau lihat mukanya, ya, La, beuh ... Subhanallah banget, La. Ya ampun."

Seperti biasa, Mala memandang gue dengan pandangan kayak orang jijik sama tahi kucing, "Yeee, dasar!" Katanya sambil nyubit hidung gue nggak kira-kira.

Demi Allah sakit banget! "LA!"

Lihat selengkapnya