Hati ini resah saat jauh darimu
Aku sadar ini yang dinamakan rindu
Melambung tinggi perasaanku
Berharap kembali rindumu padaku
Mala
Kamu tahu, Ren? Kamu adalah suatu maha karya yang Tuhan ciptakan ketika sedang bahagia. Maha karya yang harganya jauh lebih mahal dari harga ratusan album Queen dan Michael Jackson. Lebih menawan dari lukisan karya Leonardo da Vinci, Pablo Picasso, dan Vincent van Gogh. Bahkan lebih indah dari ratusan bintang seperti Procyon atau Acrux. Tidak, kamu tidak mengetahui itu.
Dan saat ini, kamu berada tepat di sampingku. Duduk dengan sesekali menyeruput sirup berwarna merah itu, dan sesekali membisikkan sesuatu padaku seperti "Liat yang jangkung itu, deh. Dulunya pendek banget, La. Dulu mah tingginya seketek gue" atau "Nah, yang dikuncir kuda itu dulunya sempat ngejar-ngejar gue. Dikira gue pisang kali, ya?" dengan logatnya yang kocak seperti biasa.
Rendi benar, restoran yang berada di daerah Pekayon ini memang terlihat mewah walaupun sebenarnya mewah karena kepintaran sang penata dekor, apalagi ruangan di lantai duanya yang saat ini dijadikan room party oleh Yolanda. Dekorasi ruang yang menurutku berat ke tema Red Rose Garden ini benar-benar memanjakan mataku. Sudah lama sekali rasanya tak melihat bunga-bunga dan hiasan taman lainnya yang bertengger di dinding dan meja-meja tamu seperti ini walaupun memang hanya fake plant. Tema seperti ini juga didukung dengan dress code: black and white.
Aku yang hanya mengenakan blouse putih lengan panjang dan ripped jeans terlihat sangat sederhana dibanding para tamu yang sepertinya memang bukan tamu biasa dari kebanyakan yang aku lihat sedari tadi. Dandananku pula hanya sebatas memakai tipis bedak Pigeon-ya, tipis, karena kalau kebanyakan memakainya wajahku akan terlihat seperti setan saking putihnya-dan lipstick Purbasari shade nomor 89 (ini warna yang paling remaja menurutku) dan juga tak lupa kujepit bulu mataku hingga lentik sempurna lalu kupakaikan maskara Maybelline yang The Falsies Push Up Drama. Blush on? Oh babe, don't ever try to tell me to wear it because it will make me like a banci kaleng, seriously.
Melihat Yolanda memberikan ucapan terima kasih dan rasa syukur di depan sana membuat senyumku mengukir secara otomatis. Memakai gaun megah berwarna merah menambah kesan cantik dan berani pada dirinya sekarang.
Namun kecantikan Yolanda belum cukup untuk membuat perhatianku melekat padanya. This fucking handsome guy yang terus duduk di sebelah kiriku ternyata sudah mencuri perhatianku sedari dia menjemputku tadi. Dengan mengenakan kemeja hitam yang ngepas di badan-menurutku sih, kemejanya yang kekecilan-yang membuat otot di lengan dan dadanya terlihat, celana jeans hitam yang warnanya match sekali dengan bajunya sekarang membuat otakku berpikir yang tidak-tidak. Berpikir yang tidak-tidak versiku adalah membayangkan jika Rendi adalah milikku sepenuhnya. Sangat tidak-tidak, bukan?
Suara heboh MC di depan kami yang barusan menuntun Yolanda berbicara membuat para tamu kaget sampai aku hampir tersedak saat memakan Choco Lava lezat yang ada di depanku ini.
"La, tolong benerin dasi gue dong," kata Rendi tiba-tiba sambil mendekatkan tubuhnya padaku.
Ren ... Kamu sengaja mau bikin aku jantungan, ya? But well, selamat, kamu berhasil.
Tanpa embel-embel apapun aku langsung memperbaiki dasinya yang memang agak berantakan dan membuat penampilannya sedikit berubah walaupun tak mengganggu tingkat ketampanannya.
Lima belas detik aku merapikan dasi yang ada di lehermu terasa seperti tiga jam memasukkan ujung benang ke lubang jarum jahit, rasanya tegang-tegang menyiksa jantung.
"Ini kenapa dasinya bisa begini, sih?" Kataku, sengaja untuk mengalihkan Rendi dari wajahku yang terasa memerah.
Rendi
Gue melihat ke arah dasi gue yang sedang dirapikan dan melihat ke arah Mala secara bergantian, "Nggak tau. Orang gue lagi benerin kerah terus tiba-tiba ancur begini."
"Lo ngapain benerin kerah sebrutal ini? Dasinya jadi nggak berbentuk tau," ucap Mala masih sambil merapikan dasi gue dengan serius.
"Sebenarnya tuh gue salah make baju. Harusnya gue make yang ukurannya lebih gede dari ini, yang gue pake sekarang mah kemeja lama gue."
Good. Gue memilih baju yang salah. Baju yang gue pakai ini ternyata baju gue yang udah lama, baju jaman kelas 1 SMA. Kemeja hitam lengan pendek ini ngepas banget di badan gue, gue jadi ngerasa agak nggak nyaman dari tadi. Gue kapok naro baju hitam dengan ukuran yang berbeda di tumpuk jadi satu di lemari. Bahaya juga, kan, kalau gue lagi mau ngelayat tapi yang keambil malah baju yang lebih kecil dari ini? Nanti dikira personil band alay nyasar ke TPU.
Akhirnya Mala selesai membantu gue merapikan dasi ini, "Udah, nih."
Gue tersenyum, "Makasih, ya."
"Don't do it again," sahutnya lalu memutar malas bola matanya.
"Hehe iyaaa."
Gue dan Mala kembali memperhatikan MC berisik dan bacot setengah mampus ini.
Mala
"Oke teman-teman Yolanda yang tercinta, tadi saya, kan, udah nyanyi beberapa lagu romantis tuh, sekarang saya pengen ada satu cowok maju ke depan buat ikutan nyanyi bareng saya atau nyanyi sendiri juga boleh, kok. Ada yang mau mengorbankan dirinya untuk maju ke depan sini?"
MC itu lantas mencari-cari siapa saja orang-orang yang didorong-dorong atau dipaksa-paksa temannya untuk maju ke depan. And exactly what I guessed, sedetik setelah MC laki-laki berkacamata dan berambut agak gondrong itu bicara, Rendi langsung didorong-dorong dan disenggol-senggol teman-teman perempuannya untuk maju ke depan.
Risih disenggol-senggol temannya, Rendi langsung menoleh cepat ke arahku. "La, temenin," ucapnya dengan wajahnya yang sok manja itu.
Aku tertawa, "Ih, lo aja sanaaa! Cepetan tuh udah dipanggil emsi-nya."
Dia semakin menekuk wajahnya setelah kutolak ajakannya. Masih dalam keadaan dipaksa-paksa dan diteriaki teman-temannya untuk maju ke depan, Rendi memasang wajah sok cool-nya pada teman-temannya dengan kedua tangannya yang memberi isyarat seperti tenang-sayang-tenang-iya-aku-bakalan-maju-kok. Jijik, kan? Emang. Untung sayang.
Rendi
"Mas yang duduk di situ," ucap MC di depan dengan mic-nya sambil menunjuk gue pakai jempol kanannya, "Boleh maju ke depan dan memberikan sebuah lagu buat Yolanda?"
Sedetik-mungkin lebih tepatnya sepersekian detik-kemudian satu ruangan ini ricuh dengan teman-teman gue yang sangat bersemangat menyuruh gue untuk nyanyi di depan.
Gue malu sebenarnya. Kayak apa, ya? Tamu undangannya juga kebanyakan teman SMA-nya Yolan, yang datang ke pesta ini juga kebanyakan selebgram yang lagi nge-hits. Kalau mereka dengar suara gue yang pas-pasan ini terus langsung pada mual gimana?
"La, temenin," ucap gue pada Mala sambil memelas. Ya kali gue nyanyi sendiri.
Dia malah ketawa, "Ih, lo aja sanaaa! Cepetan tuh udah dipanggil emsi-nya."
Dengan berat hati dan berat kaki, gue berjalan agak malas ke depan panggung kecil itu. Itu MC segala pakai provokatorin gue biar maju ke depan lagi. Haduuuh, males nih kalau udah kayak gini.
Sesampainya gue di mini stage ini, gue mengambil alih mic milik MC tadi dan langsung bisik-bisik tetangga-apaan sih, Ren-sama personil band bayaran yang ada di belakang gue.
Akhirnya gue siap untuk menyanyi, "Ya udah, lagu itu aja, Mas."
"Siap!"
Mala
Aku duduk manis dengan kedua tangan bertumpuk di atas meja seperti anak SD yang kalau disuruh duduk rapi pasti posisi tangannya seperti itu. Menunggu Rendi mulai menyanyi adalah salah satu hal favoritku karena aura-aura dia sebelum bernyanyi itu seperti aura Shawn Mendes-maaf jika kalian tidak sependapat denganku, namun ini kenyataan yang harus kalian terima mau tidak mau.
Musik dari gitar dan drum sudah mulai terdengar, tinggal menunggu musik dari orgen tunggal untuk memulai lagu yang aku tak tahu apa judulnya ini.
You have to know, Ren, saat-saat seperti inilah yang aku suka. Melihatmu bernyanyi di atas panggung, dilihat banyak orang dan aku ada di barisan paling depan, dan kamu menyanyikan lagu romantis yang bisa membuat para pendengar merasa spesial. Namun satu hal yang jelas kumengerti, lagu romantis itu bukan untuk siapapun melainkan Tania-mu seorang.
Rendi
Gue menghitung tempo dari dalam hati sambil menggenggam erat mic yang ada di tangan gue ini. Satu, dua, tiga, empat.
Dering telponku membuatku tersenyum di pagi hari
Kau bercerita semalam kita bertemu dalam mimpi
Entah mengapa aku merasakan hadirmu di sini
Tawa candamu menghibur saat ku sendiri
Aku di sini dan kau di sana
Hanya berjumpa via suara
Namun ku slalu menunggu
Saat kita akan berjumpa
Gue akhirnya menyanyikan lagu Dekat Di Hati milik RAN dengan suara gue yang hampir bergetar. Namun saat gue melihat ke arah Mala, saat itu juga rasa gugup gue hilang karena detik itu juga Mala memberikan semangatnya pada gue dengan mengucapkan "Semangat!" tanpa suara, lalu diikuti dengan senyumannya dia.
Meski kau kini jauh di sana
Kita memandang langit yang sama
Jauh di mata namun dekat di hati
Mala
Tiga menit lebih mataku hanya terpaku pada sosok Rendi di depanku ini. Tiga menit pula aku berandai-andai jikalau Rendi mau menerima cintaku, pasti aku akan bersedia menjadi wanita yang paling mencintainya di dunia ini. Bukan bersedia lagi, mungkin aku sudah pasrah kalau dihadapkan momen langka seperti itu.
Suaranya yang lembut membuatku selalu ketagihan ingin mendengarnya terus. Mungkin jika aku terkena penyakit langka-bukan lupusku yang sekarang-aku akan terkena penyakit yang bernama Rendi's Voice Syndrome. Haha aneh, ya? Sindrom yang akan kumat jika mendengar suara Rendi. Sindrom yang membuatku auto senyam-senyum nggak karuan kalau sudah mendengar suara Rendi.
Sampai lagu kedua Rendi bawakan, aku masih saja sibuk memperhatikannya dengan segenap jiwa dan raga. Kali ini ia membawakan lagunya Rizky Febian yang lagi terkenal-terkenalnya. Cukup Tau berhasil membuat seisi ruangan ini ikut bernyanyi bersama Rendi.
Entah sel-sel apa yang ada di dalam tubuhku yang sedang ribut di dalam tubuh ini, seluruh tubuhku langsung terasa melayang saat mata Rendi dan mataku terpaut dan dia melayangkan senyuman manisnya itu padaku dengan masih terus bernyanyi. Ya Tuhan, jangan kau buat hamba terbang telalu tinggi, aamiin.
Rendi
Cukup tau tanam dalam diri
Tak usah ku dekatimu lagi
Ku tak mau lagi tak mau lagi
Bersamamu kasih
Cukup tau tanam dalam diri