FILANTROPI Putih-Abu

Nada Lingga Afrili
Chapter #25

24. She Really Loves You

Agnes

Sudah 3 hari berlalu sejak kecelakaan di panggung. Kesedihan masih menyelimuti ruangan ini, ruangan yang sudah 3 hari ditempati Mala. Matanya tak kunjung terbuka. Semua orang cemas akan kondisi seperti ini. Was-was selalu tergambar di wajah mama dan papanya Mala. Alex, adiknya Mala, yang biasanya selalu marah-marah dan memasang muka jutek pada Mala sekarang malah betah duduk di sofa ruang VIP ini sambil menunggu Mala sadar.

Kenta setiap hari selalu menyempatkan waktu untuk datang ke sini, untuk bertemu Mala walau hanya melihat Mala tertidur. Dan gue lebih parah dari Kenta. Gue di sini dari jam 10 pagi sampai jam 8 malam, gue sudah seperti pacarnya Mala.

Kalian nggak perlu tahu seberapa khawatirnya gue sama manusia satu ini, yang perlu kalian tahu adalah betapa tulusnya Kenta mencintai Mala. Gila, sih. Udah ditolak terang-terangan tetap aja maju terus pantang mundur. Kadang gue suka bayangin bagaimana gue ada di posisi Kenta sebagai cowok paling ganteng paling populer di sekolah, lalu suka sama cewek blangsak kayak Mala yang cuma bisa melihat ke arah cowok brengsek kayak Rendi. He deserves the best, but he chooses to remain heartbroken.

Hari ini kondisi Mala semakin membaik. Catatan medis yang diberikan dokter memperlihatkan bahwa Mala akan segera pulih. Gue sangat bersyukur setelah mendengar kabar baik tersebut.

Gue membeli sebuah diary kecil untuk Mala, niatnya mau gue berikan ke dia saat dia sadar dari tidurnya lamanya. Dulu dia sangat suka menulis di diaryDiary yang pernah dikasih temannya sewaktu SMP sampai dibawa ke mana-mana setiap hari. Ke mall pun dia bawa. Tapi sekarang diary itu udah nggak ada, kata Mala, sih, ketumpahan air. Maka itu, gue mau ngasih diary ke dia supaya dia bisa nulis curahan isi hatinya lagi.

Mala

Aku mendengar beberapa orang berbicara. Aku masih tak mampu untuk membuka mata. Mataku rasanya beraaat sekali. Argh, sekarang aku merasakan tubuhku seperti habis digebuki 10 preman bertato, sakit sekali.

Ah ... sudah berapa lama aku tertidur?

Aku ingat terakhir kali saat aku di aula. Sesuatu yang besar menghantam tubuhku keras, lalu aku terlempar hingga terjatuh dari panggung yang lumayan tinggi itu. Semua orang berusaha membangunkanku, banyak juga yang berteriak histeris. Beberapa detik sebelum benar-benar tak sadar yang kulihat hanya Kenta, kemudian setelah itu aku tak sadarkan diri dan baru sekarang aku bisa mendengar suara-suara lagi.

Aku mendengar suara mama, papa, Alex, Agnes, dan mungkin ada dokter juga karena aku mendengar pembicaraan berbau medis. Kepalaku sangatlah pusing. Aku tak bisa membayangkan betapa pusingnya aku saat membuka mata. Namun aku sudah merasa inilah saatnya membuka mata untuk memberitahu keluargaku bahwa aku sudah sadar dan lebih baik.

Kubuka mataku perlahan. Masih terasa sepat, aku mencoba mengedipkan mata berkali-kali agar rasa kantukku hilang.

“Ma?” Ujarku pelan.

Aku mendengar banyak derap kaki yang mendekatiku.

“Alhamdulillah,” ucap seluruh orang yang ada di ruangan ini.

Aku merasa ada yang mengelus rambutku. “Mala sayang udah mendingan???” Ternyata yang mengelus rambutku adalah mama.

Aku tersenyum, “Udah, Ma.”

Agnes

“Ya ampun, Malaaa! Gue kangen banget sama looo,” ucap gue sembari memeluk pelan Mala.

Sumpah, gue kangen banget.

“Tapi, kok, ini gelap, sih? Lampunya kenapa nggak dinyalain?”

Deg.

Ucapan Mala spontan membuat gue dan semua orang di ruangan ini berhenti tersenyum.

“... Maksudnya?” Tanya gue bingung.

Gue langsung menoleh ke arah dokter yang dahinya sekarang juga mengernyit kebingungan. Gue mundur dari posisi gue dan dokter langsung berganti posisi ke sebelah Mala. Dokter mengambil senter kecilnya yang ada di saku jas putihnya, kemudian dokter itu langsung menyenter mata Mala.

Ketika orang-orang di senter matanya langsung mengedipkan atau memejamkan matanya, Mala nggak. Mala tetap menatap lurus ke depan.

“Coba kamu kedipkan mata berkali-kali,” seru dokter itu. Dan gue langsung fokus ke mata Mala.

Mala mencoba mengedipkan matanya berkali-kali. Wajahnya mulai memucat. Gue masih nggak ngerti apa yang sedang dialami Mala ini, apakah ini hanya efek kecelakaan atau apa.

“Dok ... ini lampunya udah dinyalain, kan? Kok, masih gelap???”

Demi jagat raya yang sekarang sedang menyaksikan kejadian membingungkan ini, gue semakin panik mendengar Mala bicara seperti itu.

“Mala ... lampunya dari tadi emang udah nyala,” ucap gue pelan dan terbata.

Mala

Nggak ... nggak mungkin.

Aku berusaha mengucek mataku kasar dan mengerjapkan mata berkali-kali, namun tak sedikit pun cahaya yang bisa kulihat.

Aku ... buta?

Aku mulai menangis. Aku meronta. Aku mengucek mataku berkali-kali walau aku tahu itu tak membuahkan hasil. Seseorang memeluk kepalaku sambil menenangkanku yang kurasa itu adalah mama. Semua berkata “Mala jangan dikucek” “Sabar, sayaaang” “Sstt, nanti sembuh” namun aku tak memerdulikan itu.

Rasanya seperti dihukum oleh Tuhan atas perbuatan yang selama ini kulakukan. Aku seperti sedang dibenci oleh Tuhan. Aku merasa seperti ada di deretan manusia paling berdosa karena mendapatkan hukuman ini.

Aku merasa semakin tak berguna. Sudah penyakitan, buta pula. Ya Tuhan ... sebenci itukah Engkau padaku?

Lihat selengkapnya