FILANTROPI Putih-Abu

Nada Lingga Afrili
Chapter #27

EPILOG

Mala

Gambar hati terbalik itu artinya cinta yang tidak seharusnya terjadi. Aku menyukai gambar tersebut sejak menemukan apa makna sebenarnya. Cinta yang tak seharusnya terjadi itu unik. Jika harusnya tak terjadi, mengapa cinta itu tetap berjalan? Mengapa cinta itu harus terjadi jika nasib berkata lain jauh sebelum cinta itu bertemu? Apa yang Tuhan pikirkan saat aku bertemu dia hingga kisah kami jadi sepanjang dan serumit ini? Apa jadinya jika aku tak pernah bertemu dia di kehidupanku? Kenapa harus ada cinta di dunia ini?

Sampai mulutku berbusa pun aku takkan pernah bisa memecahkan misteri-misteri itu. Mungkin aku harus menanyakan misteri itu pada ahli filsafat.

Menurutku hari ini adalah hari yang paling damai selama satu tahun berada di Korea. Entah kenapa suasana dan cuaca hari ini terasa sangat berbeda. Matahari seperti sedang bergembira dan awan seperti sedang semangat-semangatnya berarak. Angin sepoi yang sedari tadi kurasakan memang tak dapat membohongiku bahwa mereka semua sedang bahagia.

Alam semesta sedang bahagia, apakah aku juga sedang bahagia? Mungkin lebih tepatnya ... apakah aku sudah bahagia?

Aku berjalan di sepanjang kota yang penuh dengan kenangan indah. Merindukan setiap kata yang dia lontarkan dan selalu membuatku tertawa lepas. Bahagia yang saat itu kurasa. Kuakui, aku memang takkan pernah bisa melupakannya. Masa bermimpiku sudah habis, waktunya bangun dan mengahadapi kenyataan. Setidaknya udara hari ini sejuk, sesejuk hati ini saat melihat dirimu saat itu. Angin yang melewati seluruh anggota tubuhku dapat kurasakan dengan sangat jelas. Suara-suara burung kecil dan kucing di sekelilingku membuat suasana saat ini terasa damai dan tentram. Sayang, aku hanya bisa merasakannya ... tanpa bisa melihatnya.

Rendi

Akhir perkuliahan semester dua memang yang terbaik dari semua yang terbaik. Libur panjang selama 3 bulan membuat semua orang menanti-nantikan liburan tersebut, termasuk gue. Dan tahun ini gue sekeluarga berencana liburan ke Korea, ke tempat di mana sahabat gue berada.

Sudah setahun lamanya gue nggak mendengar kabar dari dia. Ke sana ke sini mencari secercah informasi tentang dia, namun nggak ada satu orang pun yang tahu bagaimana kabarnya.

Oh iya, gue putus dari Tania. Putus yang benar-benar putus. Sudah tak berhubungan lagi. Sudah tak lagi saling berkomunikasi, sudah tak lagi saling tegur sapa. Pokoknya hubungan gue dengan Tania benar-benar sudah hilang. Bukan karena apa-apa, gue cuma merasa gue sudah tidak abegitu mencintainya seperti dulu.

Gue sempat berpikir bagaimana jadinya kalau gue kehilangan Tania, bagaimana jadinya kalau gue sudah nggak pacaran lagi dengan dia, semua itu gue pikirkan terus menerus sampai akhirnya terjadi juga. Dan ternyata berpisah dengan Tania nggak seburuk yang gue kira. Gue dulu memang sangat mencintainya, tapi saat rasa sayang gue ke dia memudar, rasa kehilangan itu akan berkurang seiring berjalannya waktu. Benar kata Mala waktu itu, kehilangan bukanlah suatu hal yang paling menyedihkan. Tapi, kenapa kehilangan lo membuat gue semenyedihkan ini, La?

Gue menenteng sebuah buku novel, novel tentang percintaan antara dua sahabat yang sudah lama bersama. Novel yang menceritakan si perempuan yang mencintai sahabat laki-lakinya setengah mati. Plot yang memberikan gue sensasi yang menyedihkan karena si laki-laki tak pernah menyimpan rasa sedikit pun pada sahabat perempuannya. Novel terburuk yang pernah gue baca—karena memang gue baru mulai baca novel beberapa bulan yang lalu saat gue sadar gue terlalu kesepian.

Hari ini gue memutuskan untuk jalan-jalan sendirian. Menyusuri kota Seoul dengan membawa-bawa sebuah novel yang kayaknya bukan gue banget. Gue menunggu lampu hijau pejalan kaki menyala untuk menyebrang.

Lihat selengkapnya