Filosofi Kaktus

Isma_nam
Chapter #4

Sebuah Tujuan

Prov Kamelia

"Mah lihat kaktus kecilnya Kamel nggak?" tanyaku

"Emang kamu simpan dimana?" Tanya balik

"Mel taro di atas meja belajar" jawabku

"Coba tanya Bapak" ujarnya

Aku segera menemui Bapak di ruang makan sebelum bapak berangkat ke toko. Terlihat bapak yang sedang mengunyah sarapannya dengan lahap.

"Pak" suaraku

"Iya Mel? Uang jajan udah habis?"

"Bukan, bukan itu Pak"

Tangan bapak mempersilakan aku duduk terlebih dahulu lalu berbicara dengan jelas. Aku menuruti apa yang bapak mau secara tidak langsung tapi aku mengerti maksudnya. Aku menunggu bapak habis sarapannya. Cuman dua sendok lagi, dengan sabar aku menunggunya. Memang sudah seperti bukan tugasnya?

"Kenapa?" Tanya bapak

"Anu pak, bapak lihat kaktus Mel?"

"O... Itu, bapak taro di luar. Habis Bapak siram biar seger, takut nanti mati kaktusnya"

"Alhamdulillah kirain hilang Pak. Makasih Bapakku yang paling ganteng" aku memeluknya dan langsung pergi melihat kaktus.

"U... sayang aku di sini rupanya. Besok masuk lagi ke dalam yah" aku sedang mengajak berbicara kaktusku.

"Assalamualaikum, Kamel. Kamel, ayo berangkat" ajakan Rifki dari luar pagar.

Dalam hati "aku kerjain ah dulu, hmmm apa ya. Aha ada kerikil aku coba lempar deh ke arahnya".

Sebelum aku melancarkan aksinya mamah tiba-tiba keluar dari dalam rumah. "Nak Iqi sepertinya Kamel udah duluan"

"Baik bu. Terima kasih" Jawab Rifki

Terlihat dia sedang berusaha menyalakan mesin motornya, tidak lama kemudian melaju. "Sial niat burukku jadi kena imbas sendiri" batinku.

"Qi" teriakku saat dia mulai melaju, tapi dia tidak mendengar.

Mamah tiba-tiba bilang "bukannya kamu udah berangkat Mel?"

"Au ah mah" aku salam ke mamah dan berteriak "Pah Kamel berangkat dulu karena kesiangan, Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam" jawab Mamah

Aku lari tergesa-gesa karena takut kehabisan angkot.

***

Aku rasa matahari berada dekat denganku atau gara-gara lari, ditambah di dalam angkot penuh dengan penumpang. Habislah aku kekurangan udara segar. Tenang Mel, tidak sengaja terlihat bapak tua di ujung kanan angkot yang tertidur pulas. Tak sengaja tepikir apa aku masih pantas mengeluh dengan keadaan, sedangkan bapak itu dengan tenang bisa tertidur pulas di keramaian penumpang. Tidak ada rasa kekhawatiran kejahatan, tenang sudah pasrah dengan yang akan terjadi. Padahal dagangannya terpampang dengan jelas di depannya. Suatu waktu bisa aja ada yang mengambil jajanan tersebut. Ah sudah lah buat apa aku memikirkan.

"Kiri" aku memberhentikan angkot.

Akhirnya sampai, melihat jam tangan yang melingkar di tangan kiri. Masih ada lima menit. "Alhamdulillah tidak telat" ujarku pelan.

Di dalam kelas

"Hai Mel. Mana Iqi?" Ujar Ahmad

"Ha?" Aku tidak mengerti, seharusnya Rifqi telah sampai.

"Kok Ha sih?"

"Nggak tahu loh Mad"

"Bukannya sama Lo yah Mel"

"Tadinya iya mau, tapi karena ada kejadian jadi nggak barengan. Gue tadi naik angkot"

"Anak ini kemana sih, jangan bilang kalau di nunggu aku. Sial" batinku

"Itu" Ahmad menunjuk ke seorang lelaki yang baru masuk.

"Lu kemana sih? Nggak bareng Kamel?" Tanya Ahmad

Lihat selengkapnya