Prov Autor
Tahun 2011
"Mel nemu nggak?" Ahmad bertanya pada Kamel
"Belum mad. Coba tanyain tuh si jangkung Iqi!" Jawab Kamel
"Gimana Qi?"
"Gue juga belum nemu"
"Lah terus lu mad, udah belum?" Kamel balik menanyakan
"Gue nunggu lu lu pada"
"Kamu curang mad" Kamel meninggalkan meja yang mereka bertiga tempati.
"Lah, tuh Kamel marah Mad" ujar Rifki
"Diem lu Qi"
"Sstttsts" tegur seorang petugas perpustakan sekolah.
Menjadi remaja bukanlah pilihan tapi tuntutan yang harus dilewati, jangan lupa untuk dirasa dan diambil maknanya. Apapun itu rasanya.
Tak terasa waktu semakin cepat berjalan, bahkan tidak pernah mengira bagaimana nanti ke depan. Berharap sepaket manusia akan selalu bersama. Mereka selalu saja bersama tanpa sengaja, dari mulai kanak-kanak sampai sekarang belum terpisah ruangan. Setiap penentuan kelas mereka selalu di satu atap. Mereka cukup dikenal di sekolah. Siapa yang nggak tahu mereka?
***
Prov Kamel
Seseorang sedang datang menghampiriku, sambil membawa sebuah buku di tangan kanannya dan tangan kirinya memegang pensil. Tidak salah lagi dia orang yang selalu mengganggu. Rifki orangnya.
"Mel lu kenapa? Tiba-tiba cabut"
Aku sengaja mendiamkannya
"Jawab dong Mel, Mel, Mel, Kameliaaa"
"Nggak usah digituin Qi!" Tiba-tiba Ahmad datang, seperti biasanya tidak membiarkan aku menang.
"Sekali ini aja Mad. Lu jangan gitu dong. Dia itu udah gede, nggak kayak dulu lagi. Dia udah beda, gimana sih jadi teman"
"Kok lu jadi gitu sih Qi. Biasanya lu gak gini. Ada apa Lo sama Kamel?"
"Kok jadi bawa-bawa gitu sih Mad"
"Yah Lo nya gak santai"
"Gue biasa aja kok"
Akhirnya aku menjadi saksi adu mulut mereka. Mataku otomatis lirik kanan kiri melihat mereka bertingkah aneh, mereka tidak biasanya seperti ini.
"Ya udah lu bawa aja teman Lo dari sini" tiba-tiba Ahmad menyuruhnya untuk membawaku.
"Kenapa sih kalian? Apa yang diributin Hah?" Aku dengan nada tinggi ditambah masih kesal dengan tingkah mereka berdua
"Mel? Udah bisa marah sekarang?" Sebuah pertanyaan yang terlontar dari Ahmad dengan nada yang santai.
"Udah kayaknya Mad" Rifki menyaut pertanyaan Ahmad
"Jadi kita berhasil Qi?"
"Seratus buat kamu Mad. Lu bisa jadi aktor" ujar Rifki
Aku semakin bingung dengan mereka berdua. Kenapa hal serius dijadikan bercanda. Padahal aku sedang memposisikan diri untuk mereka tidak ada kerenggangan.
"Kalian pikir lucu? Hah" aku langsung menjambak kedua rambut pria yang menjengkelkan.
***
Sudah terdengar suara yang paling merdu, yang selalu aku nikmati selama satu tahun lebih, yaitu suara yang ditunggu siswa-siswi yang tandanya berakhir jam sekolah. Setelah itu menunggu ketua kelas memimpin doa pulang.
Biasanya aku menuju parkiran, sekarang kakiku melangkah ke arah gerbang dengan sendiri. Yah sendiri tidak dengan siapa pun.
"Hai Mel" seorang anak laki-laki yang menyapaku. Aku hanya memberikan senyuman padanya. Kalau aku tahu namanya aku akan sapa balik dengan menyebut namanya.
'tittt tidittt' klakson motor yang berbunyi di belakangku
"Jalanan masih kosong, menyebalkan sekali ini manusia" aku mengumpat dalam hati
'tittt tidittt' kedua kalinya
'tittt tidittt' ketiga kalinya
'tittt tidittttttttttttt' keempat kalinya
Secara spontan aku berbalik badan dan memarahinya. "Kamu ada masalah denganku, hah?" Ternyata dia bukan orang asing.
"Naik Mel!" Rifki mengajakku
"Nggak" Aku langsung meninggalkannya
"Ayo naik!" Dia mengikutiku dari belakang dan berusaha membujuk
"Nggak!!!"
"Kamu masih marah Mel?"
"Nggak apa-apa, kamu pulang sana!"
"Beneran nih? Kalau nggak, aku paksa. Aku bakalan teriak bahwa kamu selingkuh dariku"
Aku membalikkan badan dan menatapnya tajam. Manusia satu ini memang hobi membuat keributan.
***
1 tahun yang lalu
'Brakkk!!!' Suara meja yang sengaja di buat, berhasil mengundang perhatian semua orang.
"Lo yang namanya Kamel?" Seorang perempuan yang tiba-tiba datang dari arah depan
"JAWAB"