Pagi ini hujan turun sangat deras. “Nando tunggu!” Yuna menghampiri Nando di parkiran yang akan segera pergi ke kantor.
“Ada apa?” jawab Nando
“Ini, untukmu..” Yuna memberikan sebuah kotak berisi makanan, “Makanlah di kantor, pasti kamu belum sarapan” lanjut Yuna
“Ah Yuna, kamu memang penyelamat. Terimakasih. Aku pergi ya..” jawab Nando lalu pergi terburu-buru
“Hmmm! hati-hati!” jawab Yuna sambil melambaikan tangan pada Nando.
Yuna kembali ke apartementnya, lalu menyesap cokelat panas yang belum sempat Ia minum. Lalu Yuna menyalakan televisinya dan menonton berita pagi. Hari ini Yuna tidak membuka tokonya. Ia berencana akan pergi ke rumah Paman Hwang setelah Hujan reda.
Pagi ini Yuna sengaja membuatkan sarapan untuk Nando, Ia tahu jika sahabatnya itu pasti bangun kesiangan, karena Nando tidak menelpon untuk menanyakan kabar Yuna pagi ini. Oh ya, setiap pagi Nando rutin menelpon Yuna untuk menanyakan kabarnya. Alasannya mungkin karena kejadian waktu itu, Yuna tergelatak pingsan di dalam apartement dan Ia sedang memasak, hampir saja terjadi kebakaran. Meskipun begitu, jauh di dalam lubuk hati Yuna, Ia merasa bersalah pada Nando karena telah membuatnya selalu khawatir.
Nando sampai di kantor tepat waktu. Ia bangun ke siangan karena semalam Ia lembur mengerjakan laporan untuk bukti-bukti dari kasus teror bom, kasus ini belum terpecahkan dan masih menjadi misteri. Rupanya tidak hanya Nando yang terburu-buru datang ke kantor. Indra dan juga Mia mengalami hal yang sama.
“Kalian baru datang?” tanya Nando ketika Indra dan Mia masuk ke dalam ruangan.
“Pagi yang buruk! Aku gamau lagi lembur lagi Do!” jawab Indra ter engah-engah karena Ia berlari dari parkiran sampai ke ruang kerjanya.
“Aku juga..” jawab Mia yang baru sampai sambil mengangkat tangannya.
“Hei gaiss, ayolah.. kita tim kan?..” jawab Nando sambil tertawa dan bertepuk tangan untuk mencairkan suasana. Namun, Mia dan Indra tidak meresponnya, mereka memilih untuk duduk di meja masing-masing. Ya, Nando seperti jangkrik yang berisik di heningnya malam.