Menjadi sangat dicintai oleh seseorang memberimu kekuatan, sementara mencintai seseorang secara mendalam memberimu keberanian.
Entah itu berani mengungkapkan atau berani memendamnya, terserah ....
“O “Bentar dulu, deh,” Natusa memotong puisi itu dengan kesal. Kupingnya sudah terbakar mendengar puisi mengerikan itu.
Pagi yang cerah, ditemani puisi menyebalkan yang terlantun. Natusa mencebikkan bibir sambil menatap Bonong tajam. Puisinya selalu saja berhasil membuatnya naik pitam. Cowok bertampang lumayan yang punya nama asli Rinto Gevara itu selalu dipanggil Bonong karena jidatnya nonong. Tak jarang Natusa bertanya- tanya: Kenapa, sih, dirinya harus satu kelas sama Bonong? Apakah ini yang dinamakan jodoh? No! Tidak mungkin!
Ketika melihat mulut Bonong mulai terbuka lagi, Natusa segera menghentikan. “SETOP!” Natusa berdiri dan menatap Bonong marah.
“Bisa, nggak, kalo buat puisi jangan ngejelek-jelekin gitu!” Ia menghitung dalam hati. Mungkin ini puisi ke-31 yang dikumandangkan Bonong buat dia. Dari semua puisi itu, tetap saja tidak ada yang sesuai harapan Natusa! Semuanya selalu bersifat menjatuhkan. Entah menyebut dia seperti kucing garong, kodok pincang, cicak gendut, macan kelaparan, atau bahkan roh jahat. Kalau cuma begitu, Natusa juga bisa bikin puisi buat Bonong! Tuh, gampang, kan? Coba saja Bonong mendengar puisi barusan. Mungkin dia langsung menangis kejer sambil gigit guling. Sayangnya, Natusa nggak setega itu.