Find a Way to My Heart

Bentang Pustaka
Chapter #3

Penasaran

Pertemuan adalah awal dari rasa penasaran.

Natusa duduk di meja kantin sambil mendesah kecewa ketika tidak melihat keberadaan Arjun. Lusi, yang duduk di sampingnya, tidak tahan untuk berkata, “Ya elah, nanti juga bakalan ketemu. Yang penting, kan, ada Gio.”

Natusa mengarahkan pandangan kepada Gio, yang juga menatap mereka berdua. Lusi segera menyapanya, “Hai, Gio.” Sosok yang disapa pun balik melambaikan tangan sambil tersenyum ramah, kemudian mengobrol lagi dengan teman di sampingnya. Lusi tersenyum dibuatnya.

“Lo … udah nyatain perasaan ke Arjun?” Lusi bertanya penasaran.

“Nyatain cinta ke Arjun?” Natusa mendengkus sinis.

Akhir-akhir ini dia selalu jengah ketika mendengar kata cinta.

“Boro-boro mau nyatain cinta ke Arjun. Asal lo tahu, ya, kemarin Laser gangguin pas gue latihan ungkapin perasaan. Orangnya ge-er banget, sumpah! Masa, dia kira gue ungkapin perasaan ke dia? Pokoknya, gue nggak mau berurusan lagi sama dia! Cukup sekali dan gue udah kapok. Kemarin, pas makan sama Arjun, awalnya gue mau ungkapin perasaan. Tapi, pas gue mau ngomong, eh, nge- blank. Gue nggak tahu harus ngomong apa duluan. Yang ada di pikiran gue malah kenapa kemarin nggak gue tabok aja Laser tengil itu!” Natusa curhat dengan berapi-api.

“Tunggu-tunggu. Siapa tadi lo bilang? Laser?” Lusi memastikan lagi.

“IYA! Kapten futsal yang pacarnya Sisil itu,” jawab Natusa kesal, membuat Lusi memelototinya. “Sembarangan aja kalo ngomong. Siapa juga yang pacarnya Sisil? Orang Sisil-nya yang keganjenan gitu.

Semua anak juga tahu.” Lusi memperingatkan Natusa agar lebih menjaga ucapannya. Sebab, berurusan dengan Laser itu berbahaya. Dia tukang balas dendam. Nggak peduli musuhnya cewek, kalau memang dianggap perlu, Laser akan memberinya pelajaran.

“Sa, Sa!” Lusi, yang tiba-tiba mendesis, membuat Natusa memandangnya dengan horor. Lusi semakin menunduk dan berkata pelan, “Laser dateng. Dia duduk pas di belakang lo. Dia ngelihatin lo terus.”

“BOS, tumben kita duduk di sini? Lo pengin beli cincau?” tanya Farhan sambil menatap Laser, yang kini memasang ekspresi aneh. Entah apa yang ada di pikirannya, pasti berhubungan dengan rencana balas dendam.

“Iya. Tumben banget, sih, Bos. Mana yang jualan ganteng banget lagi. Ketampanan gue, kan, jadi tenggelam,” protes Delon, sebelum lanjut berkata,

“Bos, beli gorengan aja, sih. Yang jualan cantik banget, mirip Jisoo Blackpink.” “Mata lo katarak, ya?” sindir Farhan.

“Orang bulet gitu dibilang mirip Jisoo Blackpink.”

“Kalo berisik terus, kalian mending pergi, deh,” usir Laser, yang merasa jengkel mendengar ocehan tidak jelas dari kedua sahabatnya.

“Lo tahu, nggak, itu cewek namanya siapa?” tanyanya sambil menunjuk punggung Natusa.

“Dia? Masa lo nggak kenal? Namanya Natusa. Anak kelas XI IPA 5,” Farhan menjawab dengan heran. Ia melirik Delon, yang mengangguk acuh. Jadi, cewek judes yang mengatai dia parasit namanya Natusa? Mengingat kekasaran cewek itu kemarin, nama Natusa tidak cocok untuknya. Dia lebih cocok menyandang nama Nathan. Laser dibuat heran oleh Natusa. Dia hobi sepak bola? Kenapa suka asal tendang orang lain?

“Bos, lo nggak lagi ada masalah sama dia, kan? Lo nggak lagi rencanain bales dendam, kan?” tanya Farhan sambil menatap Laser dengan ngeri. Sedetik kemudian, ia melirik Delon yang masih acuh tak acuh memakan kerupuk.

Melihat Laser menyeringai seram, Farhan mengembuskan napas pelan. “Tapi, dia galak banget, Bos. Serem pokoknya. Delon dulu pernah ditolak mentah-mentah.”

Lihat selengkapnya