Sejak kecil sampai remaja, keduanya tak pernah terpisahkan, orang tuanya selalu membelikan pakaian yang sama karena keduanya memiliki selera identik, jika memperoleh hadiah hanya satu buah maka hadiah tersebut harus dibagi dua atau dipakai bergiliran.
Tak hanya itu, mulai dari warna kulit, wajah bahkan potongan rambut pun selalu seragam hanya satu hal yang bisa membedakan mereka, walau itu agak tersembunyi. Terlihat dari luar jika memakai atasan yang tak berlengan, karena perbedaan itu terletak pada sudut punggung kanan Karra, sebuah bentuk huruf ‘k’ menyerupai pulau Kalimantan. Hal itu pula yang awalnya memberikan ide untuk menamai anak kembar identik pasangan Sunarya-Manira dengan nama Karra dan Kattia.
Seperti hasil kloning, fisik mereka serupa walau hati manusia siapa yang tahu kecuali sang penciptanya. Satu-satunya yang menjadi ketidakserupaan antara mereka diakhiri dengan sebuah tato permanen yang dibuat oleh Gede, anak dari kenalan ayah mereka yang sekarang kembali tinggal di Bali karena profesinya sebagai seniman pembuat tato.
Gede sudah menaruh hati kepada kedua gadis kembar ini sejak pertama kali dipertemukan oleh kedua ayah mereka di Jakarta. Ia cukup terkenal di kalangan penggemar tato dan piercing. Saat libur Lebaran, Gede mengundang kedua gadis itu untuk berlibur di Bali dan menginap di rumahnya, ia berusia enam tahun lebih tua dari umur kedua gadis itu yang masih duduk di sekolah menengah atas tingkat akhir.
Undangan Gede membuat Karra maupun Kattia berjingkrak kegirangan terlebih kedua orang tua mereka menyetujuinya. Mereka bertiga berkomunikasi dengan Gede lewat chatting conference dan telah merencanakan liburan ini berulang kali, baru kali ini kedua gadis itu diijinkan untuk pergi berdua saja ke Bali. Menimbang, ada seorang Gede yang bisa menjaga dan memperhatikan kedua gadis mereka, maka baik Bu Manira maupun Pak Sunarya menyetujui kepergian mereka ke Bali. Ditambah karena rasa bersalah mereka terhadap kedua anak gadisnya akan perceraian yang terjadi diantara mereka.