Seminggu setelah kau pergi
Teman silih berganti mengiburku
Berkata, semua teratasi
Dan terus sembunyi di balik senyum palsu
Ku dengar dirimu tak sendiri lagi
Di pagi yang cerah ini suara om Duta Sheila On 7 mengalun merdu dari ponsel di atas nakas. Cewek berseragam putih abu-abu itu segera melangkah ke arah jendela kamarnya tatkala mendengar suara klakson dari luar sana. Ia menggerak-gerakan bibir tanpa bersuara, mengeja 'se-ben-tar!' sambil melambaikan tangan pada sesosok cowok di atas motor yang melemparinya tatapan tajam. Kelihatan kayak lagi ngambek, padahal mah biasa aja.
Sembari menyelipkan jepit bergaya bling-bling di bagian sisi kanan rambutnya dan memandangi pantulan dirinya di cermin, Kyla tidak sengaja mengingat malam itu lagi. Malam dimana Nico tiba-tiba saja mengakhiri hubungan di café tempat kencan mereka pertama kali, Kyla merasa bahwa dunianya baru saja dibuat runtuh, melebur hancur seperti hati yang mendadak jadi kepingan tak berarti. Pulang-pulang membawa setumpuk barang yang pernah diberikan pada si mantan pacar dengan air mata berlinang dan suara terisak-isak, anak gadis itu berlari memeluk Bundanya. Sulit sekali menerima kehilangan yang amat sangat mendadak.
Nico itu laki-laki baik dan pasti ada alasan dibalik dirinya memutuskan hubungan. Seperti yang kemarin dikatakan Brian, barangkali Nico disuruh putus sama orangtuanya biar bisa fokus belajar. Hm, bisa jadi 'kan? Jadi, ya sudahlah. Walau tidak mudah tetapi Kyla akan berusaha bersikap selayaknya. Dua pekan berlalu sudah sejak malam menyedihkan itu. Untuk saat ini, tidak apa-apa sedikit berpura-pura, nikmati saja masa berkabung pasca putus cinta dengan berlapang dada. Percaya aja, patah hati juga ada masa kadaluwarsanya.
Kemudian kurang dari tiga menit klakson dibunyikan lagi untuk yang kedua kali. Menarik paksa cewek bersurai panjang itu dari lamunan. Orang yang menunggu di luar sana memang tidak sabaran, kalau sampai pada bunyi klakson ketiga tidak segera dihampiri nanti tahu-tahu dia sudah menghilang saja dari tempatnya. Maka Kyla pun buru-buru memasangkan sweater yang berwarna serupa buah lemon itu tubuhnya, menyampirkan tas lalu berjalan cepat meninggalkan kamar.
Bunda menghampiri dari arah dapur sambil menenteng kotak bekal. "Nanti makannya dihabisin ya." Katanya. Anak gadis Bunda yang lagi sibuk mengikat tali sepatu cuma manggut-manggut. Lalu disusul dengan rutinitas sebelum berangkat sekolah seperti sun tangan, mengecup pipi Bunda dan menerima kotak bekal dari Bunda, Kyla pun berpamitan. "Dah. Pergi dulu ya, Bun!"
Kyla setengah berlari menghampiri si pemilik vespa hitam yang bertengger di depan pagar rumah dan sudah siap untuk membunyikan klakson ketiga. Tetapi sebelum ia berhasil menbunyikannya, yang ditunggu tahu-tahu sudah berdiri di hadapan.
"Astagfirullah!" Cowok berwajah blasteran itu tiba-tiba istigfar, memasang tampang syok sambil menghalau pandangan matanya dengan tangan. Bukan karena terkejut oleh kehadiran Kyla yang seperti hantu, justru karena penampilannya pagi ini. Menurut Hugo El Hanan, sweater kebesaran berwarna kuning terang yang dipakai Kyla itu sangat mengganggu mata. "Bisa gak sih, pake bajunya sedikit lebih normal?" Protesnya. Pagi-pagi begini Hugo dan komentarnya nyaris saja menghancurkan mood Kyla. Untunglah perempuan itu sudah terlalu biasa dengan ujaran-ujaran sarkas sedemikian rupa yang sering dilontarkan teman baiknya.
Alhasil, sambil memasangkan helm ke kepala Kyla bertanya santai. "Emangnya kenapa?
"Mirip Lala."
"Lala siapa?" Tanyanya seraya mengernyitkan dahi.
Hugo menghela napas. Emang rada susah ngomong sama orang pikun. Padahal kemarin banget Kyla abis ngakak-ngakak bareng Brian sewaktu menonton video parodi sekelompok makhluk bernama Teletubbies yang memiliki antena di kepala dan melambai-lambaikan tangan dengan super ceria. Hugo merotasikan bola mata, malas juga menjelaskan. "Tau ah, pikir aja sendiri. Menurut lo yang pake kuning norak gitu Lala mana." Ketusnya.
Cewek bertubuh mungil itu sempat bengong bagai dirasuki hantu dan berpikir sejenak, tetapi Hugo buru-buru menepuk jok belakang lalu menarik lengannya, menyuruh agar segera naik. "Udah ah, lemot. Buruan naik, nanti telat." sementara itu Kyla memanyunkan bibir karena pertanyaannya belum terjawab dan bikin penasaran. Alih-alih memperpanjang masalah Lala, Hugo menyalakan mesin motor, membiarkan Kyla mencengkram kedua sisi pinggangnya sebelum akhirnya berangkat pergi.
"Aaaa... betapa hancurnya.... Aaaa... hati dan jiwaku...Aaaa... betapa hancurnya..." Kyla bersenandung mengikuti suara si penyanyi ketika ditengah-tengah kemacetan, vespa yang ditumpangi tidak sengaja berhenti tepat di sebelah abang penjual compact disk di pinggiran jalan. Hugo meliriknya sekilas lewat kaca spion, sementara pengemudi motor di sebelah mereka tampak memperhatikan akibat suara Kyla lumayan keras. Malu-maluin aja, batin Hugo.
"Lagunya om Duta!" dengan hebohnya Kyla menepuk-nepuk pundak Hugo. Cowok itu menengok sebentar, "Iya tau." menjawab cuek.
"Gue juga tadi pagi muterin lagu ini." ungkap si cewek bersweater kuning sumringah. Gak penting juga sih, toh, Hugo nggak pengin tahu. Dia lanjut bersenandung dengan anteng, hingga sepersekian detik selanjutnya Kyla teringat akan sesuatu. Kedua bola matanya melebar sempurna. Oh no, dia kelupaan membawa benda paling pentingnya di kamar.
"Hugo!" Teriak Kyla. Spontan yang dipanggil nyaris saja kehilangan keseimbangan, suara Kyla dan geplakan keras di punggung sukses membuat dirinya terperanjat dan vespanya berguncang. Orang-orang di sekitar mereka pun turut menoleh, penasaran akan keributan anak SMA di atas motor vespa hitam itu. Tanpa memerdulikan atensi orang lain yang menganggapnya aneh, Kyla berseru panik. "Hape gue ketinggalan dong!" dan semena-mena memberikan komando, "Ayo puter balik!"
"Gak. Gak ada puter balik-puter balik."
Meski merengek kayak bayi sekalipun, kalau Hugo sudah berkata tidak berarti tidak. Kyla hampir saja nekat turun dari motor dan berniat mencari ojek supaya bisa kembali ke rumah lalu memeluk kembali ponsel kesayangannya. Begini lho, kalian pasti pernah merasa walaupun ponsel yang dimiliki itu sepi dan jarang memunculkan notifikasi tetapi meninggalkannya malah membuatmu hampa. Kurang lebih seperti itu perasaan Kyla sekarang. Sayangnya dia tidak berhasil turun dan mencari ojek lantaran Hugo sudah keburu menjalankan vespanya, susah payah bergelut menerobos kemacetan. Akibat tidak berhasil membujuk, penumpang di belakang sibuk merajuk bahkan hingga setibanya mereka di parkiran sekolah.
"Nyebelin!" Gerutu si cewek, dia sudah siap-siap melengos sambil memasang tampang ngambek dan sok jutek, sampai rencananya itu gagal ketika Hugo memanggilnya, "Helmnya, Neng."
"Oh iya lupa." Kyla putar balik dan menyodorkan helm warna coklat itu sambil nunduk malu-malu. Yah, gak jadi deh akting ngambeknya.
Hugo mengeluarkan sesuatu dari dalam bagasi motornya, topi SMA kepunyaan Kyla entah yang keberapa. Anak itu amat sembrono, suka sembarangan ninggalin barangnya di motor orang. Untung dia punya teman yang bisa diandalkan. "Ganti pake ini." Ujar Hugo seraya memasangkan topi itu ke kepala cewek pendek di hadapannya.
"Thank you..." Gumam Kyla, sambil mengedipkan sebelah mata ala-ala gadis genit dan bikin bulu roma Hugo merinding. Situasi jadi terbalik, kini malah cowok itu yang melengos duluan pergi. Walau Kyla meneriaki namanya, dia tetap saja asyik jalan sendiri.
Setiap senin pagi, suasana sekolah biasanya akan lebih ramai. Sebagian murid bercengkrama di depan kelas selagi menunggu persiapan upacara bendera, sementara sebagian lainnya sudah pasang posisi di lapangan, berbaris sesuai kelas walaupun masih aja sambil ngerumpi. Khusus untuk yang mageran biasanya masih asyik rebahan di bangku koridor dengan wajah ditutupi topi atau selonjoran di atas meja, menunggu petugas keamanan siswa melakukan patroli dan menyuruh paksa mereka bergabung dalam barisan.
Berbarengan dengan Kyla yang baru meletakan tasnya di meja, petugas keamanan siswa sudah mulai menyisir tiap kelas. Murid-murid yang masih berada di sekitar kelas segera berhamburan ke lapangan, memasuki barisan kelasnya masing-masing. Nidia selaku ketua kelas 11-D mengajak Kyla untuk bergegas. Iseng-iseng, cewek itu bertanya pada si ketua. "Nid, lo tau nggak Lala yang warnanya kuning?"
"Lala warna kuning?" Nidia berpikir sebentar, lantas setelah menemukan jawaban ia melanjutkan, "Oo... itu loh, Lala yang ada di kartun Teletubbies."