Finding My Mister Lover

rin
Chapter #1

Prolog

Putus.

Perasaan seperti apa yang langsung terlintas ketika kita mendengar atau bahkan mengalami situasi tersebut?

Sedih? Galau? Merana? Frustasi? Atau... malah bahagia? Yang terakhir ini barangkali berlaku jika hubunganmu yang super toxic itu berakhir, dimana kamu akhirnya bebas dan menjadi jauh lebih bahagia. Tetapi yang empat lainnya, berlaku jika hubunganmu sangat baik, menyenangkan, dipenuhi ke-uwu-an tetapi harus berakhir ditengah jalan. Menjadi sedih, galau, merana dan frustasi sangatlah wajar kamu alami pada fase awal pasca putus.

Kehilangan seseorang pastilah menyebalkan, menyedihkan, dan menyakitkan dalam waktu bersamaan. Selama beberapa hari pastinya momen-momen bersama sang mantan akan terus menghantui, memaksa memori kita untuk terus memutarnya bagaikan sebuah film.

Pikiranmu akan dipenuhi pemikiran-pemikiran seperti; dulu ada yang begini, dulu ada yang begitu, dulu ada yang mengingatkan ini, dulu ada yang mengucapkan itu. Sehingga terkadang, dulu dapat menjadi satu kata yang indah.

Rindu.

Mungkin bukan dianya yang kita rindukan, melainkan momennya.

"Kyl, mau sampe kapan lo kayak gini?"

Orang yang dipanggil masih terus bersembunyi dan memilih untuk tidak membuka suara. Meringkuk di belakang pintu kamar mandi dengan rambut kusut dan wajah cemberut. Kyla tengah melewati fase pertama pasca putus dari pacar kesayangannya, Nico.

Satu minggu sudah hidupnya terasa hampa usai Nico, cowok yang sangat ia cintai memilih untuk meninggalkannya dengan alasan yang paling nggak waras sedunia; kamu dan aku sama-sama batu, jadi ayo kita putus. Alasan, ya cuma alasan. Pada kenyataannya jelas-jelas cowok itu sudah menggaet cewek baru. Makanya dia sengaja mengarang alasan yang gak jelas untuk putus dengan Kyla. Lagipula, cewek itu 'kan agak telmi. Dikasih alasan apapun juga pasti bakal percaya-percaya aja.

"Emang yang mutusin lo tuh siapa sih? Pangeran Arab? Bukan 'kan? Apa lo harus se-lebay ini?" tanya salah seorang cowok berseragan putih abu-abu dengan intonasi yang cukup tinggi. Ya, suaranya selalu begitu, tegas, ketus dan khas. Seolah hanya dengan mendengarnya saja, siapapun sudah tahu siapa pemiliknya, Hugo.

Kyla mendongak, menjawab dari balik pintu kamar mandi. "Lo gak ngerti perasaan gue, Go. Hiks. Gue sayang banget sama Nico. Gue lebih baik mati daripada putus sama Nico!"

Lihat selengkapnya