"Bisma," panggil Icha dari belakang dan mensejajarkan langkah dengan laki-laki berponi mangkuk itu. Hap! Icha meraih dan memegang tangan Bisma.
Sontak saja, Bisma langsung mengalihkan pandangan pada Icha yang bergelayut di lengannya. Ia tak tahu, mengapa Icha bersikap seperti itu kepadanya. Padahal, ia bukanlah apa-apa. Akan tetapi, ia tak mampu menolaknya, tak mau melukai hati seorang wanita. Benar mengganggu, namun ia harus mengakui sesuatu ketika bersama Icha.
"Kenapa?" tanya Laras tersenyum. Ia memperhatikan Bisma sambil mengejapkan mata, dua kali.
"Enggak," elak Bisma berusaha bersikap tenang dan mengoper pandangan ke tempat lain.
"Oh ya?" Icha mulai penasaran dan tersenyum jahil. Icha menjinjitkan kaki dan mendekatkan wajah tepat di depan wajah Bisma. Dekat dan semakin dekat.
"Eh?" Bisma tercengang karena wajahnya begitu dekat dengan wajah Icha. Bahkan dengan jelas, ia dapat melihat setiap lekuk wajah Icha yang berseri-seri. Ia juga dapat merasakan deru napas dan detak jantungnya yang tak beraturan. Tubuhnya terasa kaku. Apa yang harus ia perbuat?
"Bercanda," singkat Icha menjauhkan muka lalu berjalan mendahului Bisma. Menarik, pikirnya.
"Ish!" sambat Bisma menggaruk kepala karena dibuat malu oleh Icha. Ia hanya memandangi tangannya yang baru saja dilepaskan Icha dari gandengan. Apa yang terjadi pada dirinya? Tidak tahu.
***
"Udahlah, Bro. Move on-lah. Lo gak bisa kaya gini terus-terusan." Damar berusaha untuk menyemangati Wildan yang nampak murung. Meski ia tahu, jika Wildan tak merespon dirinya berulang kali. Ia hanya tak ingin Wildan terkurung di jeruji kerapuhan terus-menerus. Seperti yang ia lihat, Wildan hanya fokus dengan foto seorang gadis. Sangat menyedihkan.
"Buruan!" tegur Icha sambil melewati ambang pintu kelas dan tak jauh di belakangnya ada Bisma. Di saat yang bersamaan, ia melihat dua orang yang duduk di bangku paling depan, pojok. Ia pun mengembangkan senyuman ke arah dua laki-laki itu, tidak lama.
***
Seorang gadis berkacamata sedang duduk selonjor di bawah pohon, tepat di belakang ayunan taman. Gadis itu tengah membaca buku novel thriller. Dia merupakan salah satu siswi dari kelas XII IPA E. Dia dikenal jarang berbicara dan suka menyendiri, tak punya teman.
Karena sifatnya yang pendiam itu, gadis itu dianggap aneh oleh satu sekolah. Orang-orang bahkan hampir tidak pernah melihat gadis berambut kepang itu tersenyum ataupun tertawa. Apalagi untuk berurusan dengannya, lebih baik tidak. Nama gadis itu ialah Nikita.
***
"Oi." Bisma menyeru Icha yang ada di sebelahnya tanpa menoleh.
"Oi," panggil Bisma, lagi. Karena ia tahu, Icha sedang asyik bermain ponsel di atas bangku dan tak menghiraukan dirinya.
"Oi!" Sekali lagi dan sedikit lebih keras, Bisma. Harus berapa kali, sih?
"Gue?" tanya Icha mulai merasakan atmosfer yang berbeda di dekatnya. Dengan wajah lugunya, ia menaruh ponsel dan menengok Bisma.
Seketika, raut wajah Bisma berubah aneh dengan gerakan yang nyeleneh. Tanda Bisma mulai kesal. Namun, Icha malah menertawakan dirinya. Apa yang lucu? Sabar, sabar.
"Nanti kita lanjutin lagi, liat-liat sekolah."
"Hmmm ..." Icha tak langsung menjawab. Ia sedikit mengerucutkan bibir dan ekspresi wajah yang terlihat seperti berpikir.