"Apa mungkin Karin itu dibunuh? Bukan bunuh diri?" Bisma angkat bicara dan Icha hanya melirik sesaat. Hal itu, membuat yang lainnya ikut berpikiran hal yang sama.
"Tapi bisa aja, kan? Orang lain iseng?" Damar menyuarakan pendapat dan berusaha tidak terbawa maksud coretan itu.
"Gak!" Melisa mulai meyakini sesuatu. "Ini pasti tulisannya Karin, gak salah lagi." Ia melirik kanan-kiri, beberapa kali. Ia juga menggigit bibir bawahnya.
"Kalopun iya, polisi udah netapin kalo Karin bunuh diri. Di perpus juga buktinya juga jelas, Karin ninggalin pesan sebelum bunuh diri." Damar mengatakan apa adanya.
"Itu pasti tulisan Karin. Karin gak mungkin bunuh diri. Gue tau Karin itu kaya gimana. Dia bukan tipe orang yang menyelesaikan masalah dengan tindakan konyol." Melisa mengangkat tubuh dan berdiri dengan kedua tangan yang berpegangan pada bangku.
"Tapi orang bisa berubah dalam waktu singkat, Mel," sanggah Damar berusaha menyadarkan Melisa. Tapi, ia masih mencoba untuk menahan sakit di dada. "Akh!" Ia mengejapkan mata dengan kuat.
"Gak!" Melisa mendorong tubuhnya ke belakang. "Enggak!" Ia berteriak histeris dan memegangi kuat kepalanya.
"Lagi pula kita gak ada bukti." Wildan terduduk lemas di atas kursi. Mengingat masa-masa bersama Karin begitu menyakitkan baginya. Ia juga iba melihat Melisa yang tampak menaruh dendam. Tapi tidak bisa dipungkiri, jika ia sama seperti Melisa.
"Menarik juga," lirih Icha masih dengan ekspresi sebelumnya. Namun kali ini sedikit berbeda, menyeringai.
Brak! Icha menggebrak meja lalu bangun dari duduk. Entah kenapa, api membara menyala di dalam dirinya. Ia juga menarik kedua sudut bibirnya. Bahkan orang-orang yang di dekatnya itu merasa aneh dengan sikapnya. Ia tak peduli. "Gimana kalo kita selidiki kasus ini?"
"Hei!" panggil Bisma, mengingatkan Icha. Beberapa kali, Bisma mengkode agar Icha menghentikan niatan. Gagal, diabaikan.
"Maksud lo?" Damar masih belum mengerti. Sedangkan Melisa mulai memperhatikan Icha.
"Gue perhatiin, setelah kalian liat tulisan itu, kalian kayak mulai ragu-ragu gitu tentang penyebab kematian Karin? Kenapa gak kita selidiki aja. Gua akan jadi detektif dadakan buat kalian untuk mastiin tulisan di buku itu benar apa enggak? Seenggaknya, hal itu bisa bikin kalian sedikit tenang, kan?" Icha menjelaskan maksudnya dengan gamblang.
"Bukan, gitu. Lo gak kenal Karin sama sekali, gak ada hubungannya." Damar memastikan.
"Iya, sih. Tapi kasihan aja sama Karin kalo sampai tulisan itu bener. Gue gak bisa bayangin gimana perasaannya. Kita yang masih hidup, paling gak bisa melakukan sesuatu buat dia. Dan..." Icha mengantungkan perkataan lalu merapatkan bibirnya. "Gue suka hal-hal yang berbau misteri dan detektif, gitu. Apa lagi kalo ada hubungannya sama pemecahan alibi. Pasti bakal seru." Icha makin bersemangat.
"Apa lo yakin?" Melisa memandang Icha dengan sorot mata yang serius.
"Enggak juga, sih. Tapi gak ada salahnya buat coba, kan?" Icha sedikit cengengesan.
"Tenang aja, kali. Nanti gue bakal dibantuin sama Bisma juga, kok. Ya, kan?" Icha menyenggol Bisma dengan sikunya.