"A!" Sesuatu terlintas di dalam benak Icha. Buru-buru Icha mengambil sebuah buku catatan kecil dan bolpoin dari dalam tasnya. Ia langsung membuka halaman yang ingin ia tuju. Di sana terdapat satu lembar foto gadis yang sama dengan milik Wildan.
"Karin Anandya," sebut Icha membaca tulisan paling atas di lembaran yang ia buka. Dan di bawahnya, sudah disertai biodata lengkap milik seorang gadis yang ditulis dengan tinta pena. Icha menepuk-nepukkan ujung atas pulpen ke pipi kanan, berpikir.
"Serius banget," ucap Bisma mengintip tulisan tangan di buku catatan Icha. Ia juga melirik Icha yang tampak merenung kemudian memalingkan wajah ke sisi kiri. Ia sedang memikirkan sesuatu.
"8 April 2020. Hari di mana Karin ditemukan gantung diri di lantai atas perpus. Terakhir kelihatan sekitar jam 5 sore di ruang eskul majalah di hari sebelumnya karena harus nuntasin deadline. Orang yang terakhir ketemu dia itu satu temen eskulnya yang keluar dan pulang terlebih dahulu. Tapi sekitar jam 8 malem, Karin masih ngerespon chat dari Melisa. Diduga Karin bunuh diri setelahnya."
Icha memaparkan informasi yang ia dapat dengan suara lantang dan gerak bibir yang cepat. Icha sedikit menghembuskan napas lelah untuk beberapa saat. Setelah itu, Icha menggeser tubuh dan membelakangi Bisma.
"Eh?" Bisma merasakan ada yang bersandar. Ia pun menoleh ke belakang, mendapati Icha yang menyenderkan diri di punggung dan kepala di lehernya. Ia tak banyak bereaksi dan membiarkan Icha yang sedang bermain-main dengan pulpen.
"Karin itu unik juga ya. Hampir setiap waktu, dia bawa pulpen sama sticky notes." Icha membaca biodata Karin yang telah ia rangkum.
"Hmm." Bisma tak berkutik.
"Aneh ya?" Icha merapatkan bibirnya. Di waktu yang berdekatan, ia merasakan pergerakan leher Bisma. Ia mengerti.
"Jarak antara orang terakhir lihat Karin sama waktu Karin bunuh diri jauh banget. Padahal, sekolah itu udah gak ada orang, hanya ada satpam yang jaga di depan. Selama itu Karin ngapain? Bunuh diri, ya bunuh diri aja. Buang waktu." Icha mengerucutkan bibir dan sesekali mengingat-ingat kesaksian yang ia peroleh.
"Hari itu gue lagi berantem sama Karin, jadi gue pulang duluan. Pas besoknya, sekolah ada rame-rame di luar perpus. Karena penasaran, gue masuk ke perpus dan ada Karin udah ..." Wildan sedikit kesulitan untuk melanjutkan ucapannya lalu ia mendongakkan kepala, menenangkan perasaannya. "Di atas sana ..." tambah Wildan berusaha untuk menguatkan diri, menahan kesedihan.
"Sama kaya Wildan, gue terakhir liat dia pas jam pulang, dia keliatan kayak buru-buru gitu." Dengan santai, Damar merespon dan membenarkan yang telah disampaikan Wildan. Damar tampak mengalir saja.
"Maksud lo, si pelaku memanipulasi waktu?" tanya Bisma seraya melirik ke samping bawah kirinya. Pikirannya mulai dipenuhi dengan beberapa dugaan tentang kematian Karin.
"Bisa jadi," sahut Icha mengembangkan senyuman, menyeringai. "Trus, lagi nih, ya. Udah semalam itu, orang tuanya kagak nyariin?"
"Gue denger-denger, waktu itu orang tuanya lagi ke luar kota. Jadi, di rumah Karin sendirian." Bisma tampak mengingat-ingat.
"Tapi ini masih banyak yang kurang infonya buat mecahin kasus ini." Icha menggembungkan pipi seraya mengetuk-ngetukkan ujung bolpoin di atas buku catatan. "Oh ya, gue lupa nanya. Orang yang pertama kali nemuin Karin siapa?"
"Oh. Yang pertama nemuin Pak Matius pas mau bersih-bersih perpus."