FIRASAT

Rara
Chapter #12

Akibat & Sebab

"Orang kaya Pamat mah pantes buat mati."

"Pamat itu benalu sekolah, ganggu!"

"Si bisu mati. Hahaha."

"Pembunuh!"

"Wajar saja kalo dia mati, gak cocok hidup."

Dari percakapan, ocehan dan lelucon dari orang-orang di sekeliling yang masuk ke telinga, Icha menahan langkah dan memandangi lantai yang ada di hadapannya. Ia merapatkan bibir dan melirik ke sudut kanan mata. Bertubi-tubi, ia mendengar mereka menyalahkan dan menjelek-jelekkan Pamat. Ia mulai muak dan menggerakkan bola mata dengan bosan.

"Berisik!" teriak Icha dengan kerasnya. Alhasil, semua orang menggiring pandangan kepadanya, termasuk Bisma yang tak jauh di belakang. Napasnya sedikit terengah-engah, karena ia mengerahkan seluruh tenaga untuk berteriak. Ia tak peduli.

"Sampah!" Icha masih dengan raut wajah dingin dan tampak melamun. Tapi, ia sadar. "Kalian menghina karena hanya melihat akibat saja. Tapi kalian menutup mata atas sebab yang ada." Icha tertawa kecil. "Menjengkelkan," singkat Icha dengan senyum sinis.

***

"Oi," panggil Bisma dengan pelan.

"Hmm?" Icha hanya berdeham sambil membuka lembaran berikutnya dari buku yang sedang ia baca.

"Kenapa gak di tempat lainnya aja?" tanya Bisma yang membiarkan buku yang ada di depannya menganggur. Ia memperhatikan sekeliling dan mulai merasa tidak nyaman. Ia masih ingat sekali, bangku yang ia dan Icha tempati merupakan latar dari kasus dugaan bunuh diri Karin. Ya, mereka berdua sedang berada di lantai atas perpustakaan. Di tambah lagi, hampir tidak ada orang sama sekali di sana.

"Takut?" Icha bertanya dengan nada datar dan tak berpaling dari bukunya.

"Itu mah..." Benar kata Icha, Bisma sedikit ngeri jika terlalu lama di tempat itu. Ia sampai bingung harus beralasan apa dan menggaruk rambut dengan tangan. Dan ketika memandang Icha sedikit lebih lama, ia menyadari satu hal. Ada perubahan sikap dari Icha sejak kematian Pamat. Ia mulai merindukan sosok manis gadis itu.

"Mungkin aku bakal berubah." Icha tertawa kecil.

Bisma masih memperhatikan Icha yang fokus membaca buku dari samping. Ia pun teringat sesuatu yang pernah diucapkan Icha kepadanya. Bahkan lupa ia pada diri sendiri yang sebelumnya takut dengan suasana tempat. Ia tak tahu kesedihan apa yang melanda Icha saat ini. Meski begitu, ia bersyukur masih bisa melihat Icha di dekatnya.

"Bisma." Icha menutup dan meletakkan buku di atas meja lalu melirik tajam ke arah Bisma.

***

Lihat selengkapnya