FIRASAT

Rara
Chapter #14

Cemburu?

Apakah harus menyerah?

***

"Hubungan Wildan, Melisa sama Damar sebenernya gimana, sih?" tanya Icha berjalan di halaman tepi jalan raya. Sedangkan Bisma berada di sebelahnya sambil mendorong sepeda. Jalan yang mereka berdua lalui sangat tenang dan hanya beberapa kendaraan saja yang melintas.

"Gue belum cerita, ya?" tanya balik Bisma. Ia mengalihkan pandangan ke samping dan melihat Icha yang menggembungkan pipi dan menggelengkan kepala secara bersamaan. Lalu ia menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal.

"Melisa sama Wildan itu sih katanya temen dari kecil. Trus mereka berdua kenal sama Damar baru dari sekolah ini aja. Dan sampe sekarang, mereka masih temenan. Itu yang gue tau."

"Oh," balas Icha dengan singkat.

"Gitu doang," gerutu Bisma melengos ke arah jalanan aspal. Ia mengerutkan wajah hingga tak tahu harus berekspresi bagaimana. "Ah!" Ia teringat sesuatu lalu memalingkan muka ke arah Icha. "Lo tadi kenapa nolak dianterin sama Wildan? Kan enak, naik mobil."

"Gak tau," sahut Icha dengan lugunya lalu tertawa kecil.

***

"Lo mau kemana?" tanya Bisma mengawasi Icha yang ada di sebelahnya. Ia melihat Icha yang menidurkan kepala di atas meja. Seperti mengantuk, menurutnya. Ia pun tertawa kecil ketika Icha menguap. Manis, pikirnya.

"Di kelas aja," sahut Icha seadanya karena tak kuat lagi membuka mata.

"Oke. Gue ke kantor dulu. Secepatnya gue bakal balik. Lo jangan kemana-mana. Kalo ada apa-apa, langsung hubungin gue. Ngerti?" Bisma bangun dari duduk dan masih memperhatikan Icha.

"Hem," jawab Icha dengan malas. Ya, antara sadar dan tidak sadar. Yang jelas, ia sangat mengantuk.

"Oke," ucap Bisma langsung pelencing, keluar kelas.

"Kenapa Bisma jadi protektif gitu," lirih Icha dalam pejaman mata.

Tanpa melihat pun, Icha bisa merasakan jika Bisma sudah tak lagi di dekatnya. Dengan gerak lambat, ia membuka mata dan masih mendengar beberapa orang yang bercengkerama di dalam kelas. Mengganggu, rasanya. Ia mendesis satu detik. Tak lama kemudian, orang-orang itu berjalan menuju pintu sambil bersenda gurau.

"Akhirnya," ujar Icha tak menemukan manusia lain di sekitarnya. Ya, ia hanya seorang diri di sana. Dan sekarang, ia dapat melanjutkan tidur cantiknya. "Hem." Ia berusaha untuk tak menghembuskan udara kantuk. Ternyata sulit juga. Ia mulai memejamkan mata kembali.

"A!" Icha buru-buru mengangkat kepala dan sedikit membelalakkan mata. Ia teringat akan sesuatu. Ia memutarkan pandangan ke tiap jengkal ruang kelas. Ia seperti memastikan. Ada hal yang sudah ia rencanakan. Itu yang ia pikirkan. Bahkan ia lupa dengan rasa kantuknya.

Lihat selengkapnya