"Lo sebenarnya siapa sih?" tanya Bisma penuh penekanan. Ia juga menghentikan langkah kaki dan menatap ke bawah.
Mendengar pertanyaan Bisma, Icha sedikit tersentak. Tapi ia berusaha untuk tak menunjukkannya dan memutar tubuh untuk melihat Bisma. "Hmm?" Ia pura-pura tak mengerti. Dan sekarang, Bisma menatapnya. Ini pertama kalinya, ia melihat Bisma yang sangat serius kepadanya.
"Siapa lo sebenarnya?" tanya Bisma, lagi. Namun, ia tak mendengarkan apa-apa dari mulut Icha. Bahkan, Icha juga menghindari sorot matanya. Ia makin ragu.
"Argh!" Bisma mengacak rambutnya hingga berantakan. "Lupakan," tambahnya lalu memperhatikan Icha yang tak melihat dirinya. Entahlah. Mungkin, ia tak akan bisa menemukan jawaban secara langsung. Dan ia memutuskan untuk pergi dan membiarkan Icha yang bungkam.
Tahu Bisma tak sedang bersamanya, Icha masih termenung. Ia seperti memikirkan sesuatu. Setelah itu, ia mengalihkan pandangan ke mana Bisma berlalu. Ia hanya menatap dan bergumam. Dalam hati, ia belum siap untuk memberitahukan kepada Bisma tentang dirinya. Bukan waktu yang tepat, pikirnya.
***
Walau sudah memasuki jam pelajaran, suasana di antara Bisma dan Icha begitu hening. Mereka hanya fokus pada pelajaran dan mencatat hal-hal yang sekiranya penting. Ini kali pertama Bisma benar-benar mengabaikan Icha. Padahal seserius apapun, Bisma sesekali masih memperhatikan Icha. Tidak untuk saat ini. Bukan karena tak mau, tapi Bisma tak mampu untuk menghadapi Icha.
Hingga akhir pelajaran di hari ini, Icha belum menangkap suara dari Bisma. Betul-betul membuat Bisma marah, pikirnya. Ia bingung harus bersikap bagaimana. Hanya diam, yang bisa ia lakukan. Ia dapat melihat jika Bisma berjalan menuju pintu, tanpa berpamitan. Ya, Ia tak berhak menahan Bisma di sisinya.
"Sstt," bisik Damar ke Wildan yang ada di sebelahnya.
"Kenapa?" tanya Wildan masih fokus mengemasi barang-barang.
"Bisma sama Icha gak kayak biasanya, coba lo liat dah!" Damar mengacau aktivitas Wildan.
Karena tak betah dengan usilan Damar, Wildan akhirnya menatap gadis yang duduk di depan dan Bisma yang baru saja melewati pintu, keluar. Ia merasa aneh dengan pemandangan yang ia saksikan. Ada gerangan apa? Ia tak mengerti, hanya memandangi Icha yang bergeming.
***
"Hm ..." Icha menggerakkan kaki dengan berat melalui koridor menuju kelas. Hampanya. Ia telah kehilangan sesuatu. Ia mengharapkan seseorang berada di sebelahnya. Padahal, langit hari ini sangat cerah. Namun wajahnya tampak mendung. Lalu, ia memandangi kancing baju pada lengan kanan jasnya.
"Bisma," lirih Icha ketika pandangan menangkap Bisma yang berjalan mendahuluinya, tanpa menoleh. Sudah jadi risiko, pikirnya. Tinggal menunggu waktu, semua orang akan membencinya, termasuk Bisma, mungkin. Ia tak menyangka, jika akan sejauh ini.
***
"Pagi, Cha," sapa Wildan melihat Icha yang duduk di bangku. Namun, ia hanya mendapat senyuman sesaat dari Icha.
Wildan terus mengawasi aktivitas dan menyaksikan sendiri saat Icha melirik ke arah Bisma yang tampak tak acuh. Sepertinya, Bisma sedang menghindari Icha? Ya, hal itu yang sejak kemarin mengganggu pikirannya. Tapi ia tahu, tak berhak ikut campur.
***