"Mungkin gue gak sebaik yang lo kira." Icha tersenyum tipis, sekejap.
"Gak usah merendah gitulah," sahut Wildan yang mengalihkan pandangan ke samping, melihat keramaian kantin. Ia tertawa tanpa suara. "Tapi, bener dah! Lo itu baik." Wildan sedikit mengembangkan senyuman dan sorot matanya menangkap seringai manis di bibir Icha.
***
"Makasih ya." Icha berdiri sambil menyandarkan tubuh pada tembok. Di sebelah kanannya, ada dua orang pemuda yang masih satu almamater dengannya. "Ini buat kalian." Icha menyodorkan sebuah amplop persegi panjang berwarna coklat.
"Kalian boleh pergi." Icha mengawasi sekeliling dan berlagak seperti tidak terjadi apa-apa. Ia menyeringai ketika dua pemuda tadi bergerak menjauh darinya.
"Icha?" Dari kejauhan memandang, Wildan tak sengaja mendapati aktivitas Icha. "Dia barusan ngomong sama siapa?" Ia tak begitu jelas melihat dua orang laki-laki yang sempat mengobrol dengan Icha tadi. Ia berpikir, mulai penasaran.
***
Glek! Icha menenggak satu gelas susu putih yang telah ia seduh ketika berada dapur. Namun belum ada separuh yang ia teguk, ia mendengar suara dering notifikasi dari ponselnya. Ia melirik sebentar lalu menghabiskan minuman dan menaruh gelasnya di atas dipet kecil sebelah tempat tidur. Kemudian, ia mengambil dan menyalakan ponsel.
"Hm?" Icha melihat satu pemberitahuan pesan yang masuk. Tanpa membuang waktu, ia memencet notifikasi yang langsung diarahkan ke ruang obrolan. "A!" Ia mendapatkan sebuah foto yang masuk. Ada dua orang, laki-laki muda dan wanita paruh baya dengan latar belakang bunga-bunga bakung yang terpotret dalam foto, dilihatnya. Ia tampak memikirkan sesuatu.
Icha merapatkan bibir, tersenyum. Ia telah menyiapkan rencana. "Permainan dimulai," tutur Icha dengan dingin. Ia menyingkapkan rambut ke belakang kuping.
***
"Gue rasa, kita harus ngecek tempat ini. Entah kenapa, gue kepikiran kalo tempat ini ada hubungannya sama Karin." Wildan mengarahkan penglihatan ke rak yang memiliki bekas bacokan. "Jadi, gue minta kalian buat bantuin gue. Siapa tau, ada petunjuk yang bisa kita temuin di sini."
"Hoam." Damar menguap dan meregangkan tubuh. "Kebetulan gue lagi ngantuk," lanjutnya. "Gimana kalo kita mulai sekarang aja," ajaknya sambil merangkul Wildan.