"Lo harus mati," ucap Damar sambil berjalan pelan ke arah Karin.
"Damar, tolong. Jangan." Karin berteriak sekencang mungkin.
Bugh! Bugh! Karin melempar buku-buku yang ada di dekatnya ke arah Damar. Hanya itu yang bisa ia lakukan saat ini. Harapannya sudah pupus, tak ada cara untuk selamat. Ia hanya bisa mengulur waktu. Putus asa. Apakah ada keajaiban?
Saat buku-buku yang di dekatnya habis, Karin berjalan mundur. Akan tetapi, ia terjatuh karena tersandung buku yang berantakan di atas lantai vynil bermotif kayu. Ia menyeret tubuh ke belakang, sebisanya. Matanya bergerak mencari-cari sesuatu untuk menyerang Damar. Ia tak menemukan apa-apa. Ia hanya memiliki kertas tempel dan pulpen saja. Apa yang bisa ia lakukan dengan dua benda itu?
Merasa dirinya akan berakhir di dalam ruangan itu, Karin memasrahkan diri jika dirinya harus mati. Tapi ia tak akan membiarkan Damar berleha-leha setelah membunuhnya. Ia bertekad akan sesuatu. Buru-buru ia mengambil dan menarik satu lembar kertas tempel. Agar tidak ketahuan, ia meletakkan kertas tempel di belakang tubuh dan tangan satunya bergerak untuk menulis. Hasil tulisannya sedikit tak beraturan, ketakutan.
Damar sudah makin dekat, Karin buru-buru menyelesaikan tulisannya satu kata itu. Ia menangis sejadi-jadinya. Dengan kekuatan yang masih tersisa, ia menarik tubuhnya di atas lantai ke belakang dan tangan kanannya masih memegang kuat pulpen dan kertas. Harus bagaimana?
Tanpa disadari, Karin juga menggeret pulpen di atas lantai hingga meninggalkan jejak garis tak beraturan sepanjang ia menyeret badan. Buru-buru di belakang tubuh, ia menaruh pulpen dan menempelkan kertas di bawah papan kayu rak yang menghadap lantai. Ya, ia tak ingin Damar mengetahuinya.
"Sayang sekali," ucap Damar sudah jongkok dan mengarahkan pisau ke leher Karin. Ia bersiap untuk menggorok. Belum melancarkan aksinya, ia tertawa terbahak-bahak melihat Karin memejamkan mata dengan kuat. "Bodoh." Ia melipat pisau lalu memasukkannya ke dalam saku jas almamater.
"Eh?" Karin membuka mata saat tak merasakan apa-apa di lehernya. Sorot matanya pun menangkap tangan Damar yang merogoh sesuatu di saku kemeja.