"Andai aja, Icha bisa lihat ini," ucap Wildan memandangi setiap sudut perpustakaan secara menyeluruh. Raut wajahnya begitu berseri-seri karena mendapati banyak siswa meramaikan ruangan yang dipenuhi buku-buku itu. Ia masih ingat sekali, setelah kematian kekasihnya, Karin, tempat yang ia pijak itu hampir tidak ada kehidupan.
"Ya, semua ini karena Icha. Secara gak langsung, dia yang menghidupkan perpustakaan kita ini." Melisa mengembangkan senyuman lalu menggigit sebentar bibir bawahnya. "Setidaknya, Icha udah tenang sekarang." Ia memalingkan wajah ke arah Wildan untuk beberapa saat. Kemudian, ia menoleh ke Bisma yang di belakang, sebelah kanannya. Seketika, ia mengendurkan senyuman.
"Kenapa, Mel?" tanya Wildan mengetahui tingkah Melisa yang mengawasi Bisma. Ia pun menangkap Bisma yang memaku pandangan pada hal yang tak jelas. Ia tahu betul, semua yang terjadi tak akan mudah untuk Bisma.
"Gue cabut dulu," pamit Bisma yang baru bangun dari lamunan. Ia berjalan ke luar perpustakaan. Sebenarnya, ia tak tahu harus melangkahkan kakinya ke mana. Yang jelas, ia hanya ingin sendiri.
"Kasihan, Bisma. Sejak saat itu, dia sama sekali gak ada semangatnya." Melisa prihatin ketika menangkap gelagat Bisma yang tak sehat. Ia tak bisa menutup mata lagi. Beberapa detik kemudian, ia dapat merasakan telapak tangan Wildan yang mengusap-ucap punggungnya. Ia sedikit merasa lebih baik.
***
"Bisma," sebut gadis berkacamata dengan rambut yang tergerai dan bergelombang. Ia memelankan laju kaki saat sorot matanya menangkap seorang laki-laki yang berjalan seperti zombi dari arah berlawanan. Dengan kedua jari, ia membenarkan posisi kacamata.
Ya, dia adalah Nikita. Tidak seperti sebelum-sebelumnya yang terlihat culun dan kuno, kali ini berpenampilan bak seorang model. Dan sekarang, ia tampak lebih cantik dan modern. Ia pun merubah penampilan dari ujung kepala hingga kaki. Entah karena apa, ia menjadi seperti itu.
Dug! Nikita sengaja menyenggol lengan Bisma dengan pundaknya saat berpapasan. Ia hanya berniat untuk mengganggu Bisma. Walau ia melakukan itu, Bisma sama sekali tidak menghiraukan dirinya dan terus berlalu. Karena itu, ia menghentikan langkah lalu memutar badan, memperhatikan Bisma yang makin kecil dari penglihatan. Ia mengerti, apa yang sedang Bisma rasakan saat ini.
***
"Ada apa, Ren?" tanya Nathan yang menghampiri salah satu rekannya yang berada di dalam sebuah ruangan.
"Dia selalu diam, setiap kali kita tanya dari mana dia dapat barang haram itu." Ren mengamati Damar dari kaca satu arah yang terpasang pada tembok di sebelahnya.