Suasana pagi hari di pegunungan yang sangat sejuk dan dingin. Padahal sudah jam tujuh pagi tapi matahari tidak memberikan kehangatan di badan. Aku sudah memakai jaket tebal tapi tidak terasa hangat. Aku di depan villa sendirian memandangi pemandangan alam yang indah. Aku dipanggil dari belakang oleh salah satu temanku, itu membuat ku kaget.
"Silvi, sedang ngapain sendirian?" tanya beni.
"Menikmati pemandangan Ben. Jarang - jarang bisa melihat seperti ini. Biasanya di depan komputer terus," jawab ku sambil tersenyum.
"Mumpung di sini ayo kita jalan-jalan di sekitar sini Vi," kata beni mengajakku berkeliling di area sekitar villa.
"Jalannya jangan jauh-jauh Ben. Nanti kita kesasar. Semua orang masih tidur. Sinyal juga hilang timbul," kataku dengan ekspresi cemas.
"Nggk Vi, sekitaran sini saja. Tidak jauh di depan situ ada tempat duduk. Kita duduk di situ saja sambil menghirup udara pagi dan menikmati pemandangan," kata beni dengan tersenyum.
"Aku mau tanya sesuatu Vi. Tapi jangan marah ya?" tanya beni.
"Memangnya mau tanya apa. Kamu tanya dulu biar aku tau mau marah atau tidak," kataku dengan ekspresi penasaran.
"Vino itu orangnya bagaimana Vi. Aku ingin tau saja. Soalnya aku jarang lihat kamu jalan dan akrab sama cowok. Berarti orang itu sangat penting buat kamu," kata beni dengan ekspresi penasaran.
"Beni, beni, selalu tanya soal privasi," kataku dengan ekspresi cemberut.
"Cuma kepingin tahu saja, masak nggk boleh. Aku cuma ingin tahu vino itu orangnya bagaimana cuma itu. Masak tidak boleh," kata beni dengan ekspresi penasaran.
"Aku ceritakan tapi jangan bilang siapa-siapa ya. Nanti kamu cerita- cerita ke Vina," kataku dengan ekspresi serius.
"Tenang saja aku bisa diandalkan. Tidak akan tersebar. Aku pintar menyimpan rahasia," kata beni dengan ekspresi serius.
"Benar ya Ben janji," kataku sambil mengulurkan jari kelingking ku ke beni.
"Benar Vi aku janji," kata beni sambil mengulurkan jari kelingkingnya untuk membuat simbol perjanjian dengan jari kelingkingku.