First place in my heart

Rieldeeqa
Chapter #4

Tinggal Kenangan

Matahari masuk dari celah jendela kamar Jedra, mata bengkak seharian suntuk menangisi kepergian Iqbal sudah seminggu sejak kepergian sahabatnya itu, masih ia ingat dengan jelas celoteh riang Iqbal dan Andre saat memancing di sungai. ingatannya melayang kedua pekan lalu.

"Dra, enak banget kalau bikin ikan asap." Ujar Iqbal kepada Jedra, netra laki-laki itu tersenyum. Andre berlari membawa seember Ikan lele saat berada di muara sungai, ia berteriak kegirangan mendekati mereka berdua.

"Ini kalau buat pecel lele enak banget deh." Pinta Andre.

Jedra melemparkan senyuman tipis, "Ayo kita buat."

Itu kali pertama Jedra mengajak Andre dan Iqbal kerumahnya. Rumah besar dengan saung yang berisi puluhan penari berlenggak-lenggok indah.

Andre melihat Iqbal menari dengan piyawai mendengarkan musik gamelan yang beradu. "Bagus, lu jadi penari aja." Puji Andre sembari memberikan kedua jempolnya kedepan. Iqbal mengaruk tengkuknya tidak gatal.

"Gila Dra, rumah lu keren banget..." Andre tersenyum sumringah begitupun dengan Iqbal.

suasana rumah dengan ornamen kayu jati dan nuansa jawa yang begitu kental, pilar-pilar besar dua kali orang dewasa bernuansa putih bercorak dewa-dewi mitiologi kuno.

Tangga yang melingkar berwarna hitam legam, ditengah tangga yang melingkar terdapat piano hitam serasi dengan ubin marmer bercorak hitam putih.

Beberapa topeng penari tertempel dinding, berbagai macam lukisan terpampang dengan jelas, guci-guci besar menghiasi ubin yang kosong memiliki corak berbeda-beda.

Patung kuda berwarna hitam dan putih berada disamping anak tangga bahkan sepasang pedang anggar yang berkilauan menakjubkan setasi dengan piano yang ada di bawahnya membuat Andre dan Iqbal takjub.

"Gokil... ada anggar?" Tanya Iqbal manggut-manggut.

"Bunda Atlet Anggar." Jawab Jedra sekenanya.

Ia bangga dengan Ibunya, wajah ayu nan meneduhkan itu sangat kuat, Peringai tegas menjadi satu dan ibunya sangat sederhana.

Andre manggut-manggut takjub."Terus nyokap lu mana, dikamar?" Tanya Andre membuat air muka Jedra berubah jadi muram seketika.

"Bunda pergi ninggalin gua dan Anita pas masih kecil, tanpa alasan yang jelas... Gua sampe saat ini masih nyari, cuman rasanya kayak ada tembok gede banget." Jelas Jedra lirih. Wajah tampan laki-laki itu memancarkan kesedihan cukup dalam, hidung mancung dan bangir milik spontan memerah.

Laki-laki itu paling tidak bisa menyangkut soal ibunya. Iqbal menepuk bahu Jedra pelan, "Tenang, masih ada kita, kita janji gak bakalan ninggalin lu jedra."

Jedra tersenyum kecil, "Beneran?" tanya Jedra membuat Iqbal dan Andre mengangguk dengan kompak.

"Gua sayang banget sama kalian, makasih yah."

Andre sumringah mendengar pernyataan tersebut, "Gua pengen liat-liat isi rumah Jedra.

Jedra dan kedua temannya segera masuk ke dapur, dan meminta Bi Asih untuk memasakan ikan lele hasil buruannya.

Iqbal tersenyum muram, pikirannya menerawang jauh, entah apa yang dipikirkan laki-laki jakung itu.

"Andre, gua bungkus aja deh, mama gua belum makan malam." Pinta Iqbal setengah berbisik.

Andre mengangguk, "Dra, keknya kita gak bisa lama-lama disini, soalnya udah mau magrib, dibungkus aja boleh ga?" Tanya Andre membuat Netra Jedra bergetar, rasanya tidak ingin berpisah dengan dua sahabatnya namun, Jedra mengerti kondisi mereka mungkin sulit.

"Iya gak papa, gua bawain yang lainnya yah." Usul Jedra diselingin anggukan. Andre dan Iqbal bisa makan enak hari ini.

Lihat selengkapnya