First place in my heart

Rieldeeqa
Chapter #10

10. Maccaron

One day you’ll know that I have always loved you, I was scared of waking up cause I know. I’ll end up feeling numb gotta keep on moving on till it’s gone.

Arash Buana by I’ve I loved you.

Anindya berhenti menulis dibuku hariannya, gadis itu memperhatikan jendela kamar cukup lama, disebrang jalan ia melihat mobil yang ia kenal berhenti disebuah rumah yang tidak terlalu besar, yang halamannya penuh dengan perkarangan bunga matahari. Samar ia melihat, Jedra turun bersama seorang gadis yang ia tidak kenali.

“Oh iya gua baru inget, sahabat gua emang buaya cap marinjuana.” Ujarnya, ia mengeleng kepala. Menepis gelegar aneh nan samar didalam hatinya yang lama-lama terasa terbakar.

“ Yah, emang seharusnya. Perasaan yang kayak gini ga boleh ada.” Tekannya, menahan rasa yang tidak mengenakan dari dalam hatinya.

Gadis itu nampak lebih muda darinya, rumah berwarna hijau dengan jendela yang putih tulang. Di halaman rumahnya nampak ada rumpun melati.

Ia dengan jelas Jedra menyalimi seorang wanita paruh baya dan membawa koper itu masuk ke dalam pandangan matanya tetap tertuju pada gadis yang melambaikan tangannya kearah Jedra, dan mobil hitam itu melenggang pergi meninggalkan perkarangan gadis itu.

“Dia beruntung.” Ujar Anindya, menutup gorden jendelanya.

Anindya menarik napas panjang, dan ia menatap layar ponselnya. “Kalau aku chat dia, pasti bakalan lama di balas. Mendingan aku samperin aja bawa kue.

Aku harus terlihat normal, dia cuman temen. Ingat, cuman temen. Ga lebih.” Ucap Anindya sembari, memberi semangat kepada dirinya sendiri.

“KAK…” Teriak sammie dari luar kamar.

“Ini Urgent banget.. Jedra di depan pintu rumah.” UJar Sammie sedikit bergetar. Dengan langkah tergesa Anindya segera beranjak dari kasurnya dan langsung membuka pintu.

“Hah!” Pekiknya tertahan. “Kamu sembunyi dulu aja, nanti aku yang temuin.” Ujar Anindya diiringin anggukan dari sammie.

“Dasar emang buaya!”

***

Jedra berdiri hampir setengah jam didepan rumah dan menekan bel cukup lama, Anindya dengan penyamaran sempurna; ia mengenakan celemek dengan tangan yang terlihat sedikit kotor karena tepung dan bandana serta baju piyama bergambar kelinci yang memang sedari tadi ia kenakan, jadi dirinya akan beralasan tidak mendengar bel dan mengira itu adalah tukang paket

Anindya menarik napasnya perlahan, untuk menetralkan degub jantung yang mungkin akan terdengar oleh Jedra, dan membuka pintu perlahan, “Perasaan tukang paketnya gua suruh taruh aja dekat rak sepatu.” Dumel Anindya yang sengaja dia buat.

Ia pura-pura terkejut melihat Jedra yang ada didepan pintu, “ Loh elu rupanya, gua kira tukang paket.” Ujarnya setengah terkikik.

“Emang gua kayak tukang paket banget nih, nin.” Gerutunya membuat Anindya secara tak sadar menarik hidung Jedra dengan berjinjit. “Mirip tukang satpam yang suka tebar pesona di dalam komplek sini.” Ujar Anindya.

Ia menyadari tindakan yang ia lakukan kepada Jedra segera menarik tangannya namun di tahan oleh laki-laki itu, “ Hidung gua mancung yah, kok keliatan gemes banget gitu.” Goda Jedra, Anindya membuang mukanya ke sembarang arah.

Lihat selengkapnya