BAB 7
Samar Dewa mendengar dua orang sedang bercengkrama. Ia melihat seorang pemuda dan seorang tua duduk berhadapan. Dewa mendengar seorang tua mengatakan semua orang bisa bahagia, namun si pemuda menyangkalnya. Dewa menganggukkan kepala. Ia setuju dengan pernyataan pemuda tersebut. Kebahagiaan itu ilusi. Di mata Dewa sekarang hanya ada amarah dan dendam. Dewa mendengar suara lembut, membuat kesadarannya perlahan kembali pulih.
“Wa… mau sampai kapan kamu seperti ini? Cepatlah sadar, ibumu ini kangen sekali, Nak…”
Suara perempuan tua yang sangat familier di telinga Dewa menyeruak. Entah mengapa, suara itu membuat kepalanya jernih. Ingatan-ingatan yang tadi memaksa masuk ke kepala perlahan menghilang.
“Ibu…” gumam Dewa dalam hati. “Ibu… Dewa ingin bertemu Ibu. Dewa ingin mencium kaki Ibu…”
“Dok, lihat jari tangannya…”
Lagi-lagi suara asing terdengar sayup. Dewa bisa menebak itu adalah suara perawat yang merawatnya selama ini. Ya, Dewa ingin hidup. Dewa masih mencoba membuka matanya, namun susah sekali. Terasa kedua kelopaknya enggan untuk berpisah. Ia paksakan kekuatannya meski hanya berhasil menggerakkan jari.
“Cepat periksa semua titik vitalnya!” terdengar suara seseorang. Dewa mendengar kesibukan di ruangan. Beberapa orang memberikan tindakan pada dirinya. Ada yang mengucap syukur. Ada pula yang mengatakan ini keajaiban. Beberapa saling mengucap selamat. Namun Dewa masih tidak bisa melihat apa pun. Pandangan matanya tetap gelap.
“Hai, apa kau bisa melihat ini?” tanya dokter.
“...”
“Tidak apa-apa… Nanti kita coba dan latih secara bertahap, ya… Ini kemajuan luar biasa. Ini mukjizat dari Tuhan! Ibu Anda pasti bahagia mendengar kabar ini…” ucap dokter. Senyum mengembang dari kedua sudut bibirnya. Wajahnya terlihat letih namun rona kebahagiaan terpancar dari senyumannya. Sayang sekali Dewa tidak bisa melihat wajah dokter tersebut dan mengucapkan terima kasih. Perlahan, Dewa bisa mencium bau obat dengan baik.
Dewa mulai bisa menggerakkan ujung jari tangannya dengan lebih leluasa. Ia berusaha keras membuka mulutnya meskipun ia masih belum bisa mengucap apa pun. Pendengarannya juga perlahan mulai menyesuaikan situasi.
"Pak Dewa, Anda bisa mendengar suara saya? Tolong anggukkan kepala jika Anda setuju atau paham." Dengan perlahan, dokter mulai menstimulasi satu persatu indra Dewa.
Dewa mengangguk menanggapi pertanyaan dokter itu.
"Pak Dewa, bisa merasakan sentuhan saya?" Dokter memukul pelan tempurung lutut Dewa lalu berpindah ke tangan dan bagian tubuh lainnya.
Dewa merespon sentuhan itu, namun tidak di seluruh area tubuhnya. Dokter berkata memang membutuhkan waktu untuk pulih sepenuhnya.
Dewa mulai bisa melihat benda-benda di sekitarnya meskipun masih belum jelas. Ia melihat orang berbaju serba putih menghampiri dokter. Orang itu mengatakan ibu Dewa tidak bisa dihubungi.