BAB 10
Kericuhan masih terus terjadi di sejumlah titik. Pentungan, popor senjata, dan tembakan gas air mata menghujani para demonstran. Sesekali terdengar letupan timah panas di udara. Tubuh-tubuh bergelimpangan di atas jalan beraspal. Sirine ambulan meraung-raung. Sejumlah relawan mulai menaikkan tubuh-tubuh yang bergelimpangan tersebut ke atas tandu lalu membawanya ke ambulans. Namun, jumlah korban terus bertambah. Para relawan mulai kewalahan. Ketersediaan petugas medis dan ambulans di lokasi juga minim.
Sebagian demonstran telah meninggalkan lokasi untuk menyelamatkan diri, namun banyak juga yang masih terus bertahan di tengah kondisi yang tidak menentu dan serangan aparat polisi yang kian mengganas. Dewa membaur dengan gelombang massa mahasiswa yang masih bertahan. Mereka terus merangsek melanjutkan longmarch dan melakukan orasi.
“Negeri ini butuh perubahan! Turunkan harga kebutuhan pokok! Tolak korupsi, kolusi, nepotisme! Berikan otonomi kampus dan kebebasan akademik!” teriak orator dengan megafonenya di depan massa mahasiswa.
Massa menyambut dengan teriakan membahana, “Turunkan harga kebutuhan pokok! Tolak korupsi, kolusi, nepotisme! Berikan otonomi kampus dan kebebasan akademik!”
Lagu-lagu perjuangan menggelora, menembus langit Jakarta yang kian pekat. Udara telah tercemar oleh komponen bahan kimia dari gas air mata.
“Gunakan masker! Lindungi wajah dan saluran napas kalian!” Dewa memperingatkan teman-temannya. Ia tidak lagi menghiraukan rasa sakit yang sejak tadi mendera sebagian punggung dan kepalanya.
Gelombang massa terus merangsek, berhadapan dengan aparat polisi. Kini terjadi aksi saling dorong, terucap pula kata-kata kotor yang kian memanaskan daun telinga dan menyulut emosi. Entah siapa yang memulai. Kedua belah pihak saling berbalas.
Kericuhan menjalar ke semua titik. Dewa berusaha meredam emosi teman-temannya, namun tidak berhasil. Kini suasana benar-benar sudah tidak bisa dikendalikan. Ajang demonstrasi berubah menjadi laga adu kekuatan fisik. Kedua belah kubu saling serang. Kekuatan tidak berimbang. Massa mahasiswa terdesak. Barisan mereka kacau balau. Beberapa orang terjatuh, lalu terinjak oleh massa yang berlarian menyelamatkan diri.
Aparat polisi mengejar massa mahasiswa. Mereka makin beringas dan terus mengejar massa mahasiswa yang telah terdesak. Gas air mata ditembakkan tak henti-henti, membuat korban yang berjatuhan makin banyak. Mereka mengalami sesak napas dan iritasi mata.
“Mundur! Masuk ke gedung kampus!”
Massa mahasiswa berhamburan menyelamatkan diri ke dalam kampus. Namun aparat polisi tidak membiarkan mereka begitu saja.
“Awas, tiarap!” Dewa menarik lengan Andra. Andra tampak sempoyongan terkena gas air mata.
Tubuh Andra tersungkur, demikian pula Dewa.
“Kamu mau membunuhku?” bisik Andra sambil tersenyum getir. Lengannya tampak meneteskan darah.
“Lihat ada beberapa sniper di atas jembatan! Mereka menembakkan timah panas ke arah kita!”
Dewa masih menahan kepala Andra agar tetap menunduk. Andra mengerang. Kakinya terinjak massa yang berlarian menyelamatkan diri. Beberapa dari mereka tumbang.
Andra menyeka wajahnya. Darah segar menciprati keningnya.
“Ndra, kamu kena?” Dewa terkejut.