BAB 12
Sebulan berlalu sejak kejadian aneh yang menimpa Dewa. Perlahan, Dewa mulai mengingat kejadian saat kerusuhan 1998, sedikit demi sedikit. Bahkan ia mulai mengingat peristiwa yang sama persis dengan kejadian di luar nalar yang ia hadapi sebulan lalu.
Lelaki dengan kerut di sekitar mata itu masih mencoba memahami sesuatu. Pola yang tidak asing di otaknya. Ia bisa kembali ke masa lalu, berikutnya tentang pria misterius yang menolong dirinya saat kerusuhan. Ia menyadari ada benang merah yang bisa menghubungkan keduanya. Mungkin saja orang misterius yang dulu menolongnya saat kerusahan adalah dirinya saat ini yang menjelajah waktu. Karena peristiwa yang diingatnya persis seperti kejadian yang dialaminya saat menjelajah waktu.
Samar, Dewa mengingat helai rambut dan lekuk wajah yang sama persis. Mata elang yang bersinar tajam, bisa jadi memang dari orang yang sama, yaitu dirinya saat ini.
"Apa orang itu aku? Kalau iya, bukankah seharusnya aku juga melakukan hal yang sama sekarang untuk menolong diriku dulu? Tapi bagaimana caranya?"gumam Dewa.
Ia yakin pasti ada yang menolong dirinya saat tragedi 1998 terjadi hingga ia bisa tetap bertahan hidup sampai sekarang. Kemiripan fisik dan karakter sosok penolongnya membuat Dewa yakin bahwa orang tersebut adalah dirinya sendiri. Dewa terus berusaha mengingat peristiwa yang menimpanya saat 1998 dulu.
"Aryo dan Andra." Dua nama yang terbesit di pikirannya. Dewa memberanikan diri untuk menghubungi Aryo dan Andra meski ia tidak yakin pilihannya tepat. Tak berselang lama, Marni datang membawa beberapa buah segar untuk Dewa. Marni berjalan menghampiri Dewa lalu mengecup kening anaknya itu penuh kasih sayang.
"Gimana harimu, Nak? Maaf ibu tidak bisa menemanimu pagi ini. Pekerjaan di restoran sangat banyak. Oh ya, ibu bawa buah mangga kesukaanmu. Ibu kupaskan, ya?" Marni mencoba tegar saat di depan Dewa. Ia selalu berusaha seceria mungkin agar anaknya itu lekas membaik.
Dewa mengangguk senang. "Ibu, bolehkan aku menghubungi Aryo dan Andra?" tanya Dewa di hadapan Marni. Saat itu Marni hendak mengupas buah. Ia tersentak kaget mendengar Dewa mengucapkan nama Aryo dan Andra.
"Kamu mulai mengingat Aryo dan Andra, Nak?" Binar bahagia terpancar dari tubuh tua Marni. Ia senang putranya mulai bisa mengingat satu demi satu masa lalunya. Bak angin sepoi yang melesak memenuhi relung hati Marni, ia merasakan kesejukan. Harapannya kembali membuncah. Namun ketakutan yang sama juga turut menghantui dirinya. Jika Dewa mampu mengingat siapa pelaku yang mencelakai dirinya, Marni sadar betul, bahaya besar sedang mengancam buah hatinya. Ia akan kehilangan Dewa untuk selamanya. Deru jantung Marni makin kencang.
"Masih samar, Bu… Tapi aku akan mencobanya. Aku ingin menemui mereka. Siapa tahu dengan bertemu mereka, aku jadi ingat beberapa hal," jelas Dewa.
Marni tampak lega. Di satu sisi ia ingin anaknya sembuh, namun di sisi lain ia juga takut kehilangan anaknya lagi. Derit jendela yang terbuka mengingatkan Marni jika ini semua bukanlah mimpi. Dewa bisa sadar dan mengingat kembali mungkin memang untaian takdir yang harus ia jalani.
"Baiklah, Nak. Ibu akan coba menghubungi mereka. Tapi Dewa janji, ya? Kamu nggak boleh terlalu memaksakan diri untuk mengingat semuanya. Ibu ingin kamu selalu di sisi ibu, Nak… Dewa janji nggak akan pernah meninggalkan ibu lagi?”