BAB 18
Marni menyandarkan tubuhnya di atas sofa. Tubuhnya lunglai. Resto Gayatri berhasil diselamatkan. Meski demikian, taksiran kerugian akibat si jago merah kurang lebih mencapai 2 M.
Marni menelepon Pak Kasno, kepala security. “Pak, saya minta di semua resto dan cabangnya diperketat keamanannya.” Kepala Marni terasa berat. Baru kali ini semua restoran dan cabang restoran miliknya mendapat teror bertubi-tubi.
Bib. Suara pesan masuk. Sebuah pesan ancaman kembali diterima Marni.
Itu akibatnya bila kau keras kepala! Jangan coba-coba lapor polisi atau kau akan kehilangan orang terdekatmu!
Tubuh Marni menggigil. Ponsel dalam genggaman tangannya terlepas. Kepala Marni berputar hebat seperti dipukul palu godam.
“Ibu…!”
Dewa yang baru saja keluar dari kamar mandi bergegas menghampiri Marni yang tergolek di atas sofa.
“Bu, kita ke dokter, ya… Dewa nggak mau ibu kenapa-kenapa…” Dewa memberi Marni air putih.
Marni menggeleng lemah. “Wa, tolong ambilkan obat pereda sakit kepala di kotak obat, ya…”
“Bu… Dewa antar ibu ke rumah sakit…” Dewa bermaksud membopong ibunya tapi lagi-lagi Marni bersikeras menolak. “Nggak, Wa… Ibu hanya lelah saja…”
Karena tidak tega melihat kondisi Marni, Dewa segera menuruti permintaan Marni, mengambil obat pereda sakit kepala dan memberikannya pada Marni.
“Dewa pijitin ya…” Usai Marni meminum obat pereda sakit kepala, Dewa memijat punggung Marni setelah sebelumnya mengoleskan minyak aroma terapi. Kondisi Marni berangsur-angsur mulai tenang.
“Dewa buatkan teh lemon hangat, ya?”
Marni menggeleng. “Dewa kamu di sini saja temani ibu…” Marni menghela napas sejenak. “Ibu sangat bahagia dan bersyukur melihat perkembangan kesehatanmu, Nak… Ibu juga minta maaf… Di saat ingatanmu berangsur-angsur pulih, justru kamu harus dihadapkan pada permasalahan ibu…” Marni terisak.
Dewa memegang lembut tangan Marni. “Bu… apa yang Dewa alami dan rasakan sekarang pastinya nggak sebanding dengan apa yang ibu rasakan dan alami selama dua puluh lima tahun merawat Dewa koma. Ibu telah banyak berkorban untuk Dewa…”
Dewa meneteskan air mata. Keduanya saling berpelukan, saling menguatkan.
“Dewa yakin, kita bisa melewati semua ujian ini…”
Suasana ruang keluarga di rumah Marni hening sejenak. Dewa menatap Marni lalu beralih pada beberapa album foto yang masih berjajar di atas meja di depan sofa.